Bismillah,
"Ibuk, saya sudah
lebih kuat sekarang," ujar ibu AR saat bertemu di sela keriuhan ruang
seminar pagi ini di sebuah RS. Refleks kami berpelukan erat. Aku senang sekali
melihat wajahnya yang sudah lebih cerah dan menampakkan aura optimis.
"InshaaAllah saya
bisa kuat buat anak saya, dan saya siap belajar ya, Buk. Bantu saya, bimbing
saya," ujarnya tetap dengan senyum yang mengembang di bibir.
π»π»
Dua minggu lalu, juga pada
event seminar yang diselenggarakan oleh Komunitas Prematur, Ibu AR menemuiku.
Begitu kami bertemu, langsung tumpah airmatanya, serta merta aku memeluknya
erat. Terasa tubuhnya yang lunglai saat berada dalam pelukan ini, seakan
memasrahkan hidupnya padaku.
"Saya harus
bagaimana, Ibuk?" desahnya sembari menahan tangis.
Sebuah kalimat yang
mematahkan hati siapa pun yang mendengar.
keterangan foto : buku biru berjudul Membantu Anak Tunanetra
π»π»
Tidak mudah memang,
menerima sebuah diagnosa dari dokter. Terlebih apabila apa yang disampaikan
adalah diagnosa yang akan disandang seumur hidup. Dan, ibu AR adalah orang tua
kesekian yang aku dampingi. Entah yang ke sekian ratus, jujur aku sangat enggan
menghitungnya dengan tepat.
Kelahiran adalah salah
satu momen kehidupan yang ditunggu oleh banyak pasangan suami istri. Lambungan
harapan atas masa depan anak akan digantungkan setinggi langit. Bayangan atas
keceriaan dan kelincahan anak berada di pelupuk mata.
Namun, akhirnya berujung kepada
pupusnya harapan setelah mendapat diagnosa dari dokter mata sub spesialis mata
anak, terkait kondisi penglihatan anak. Kebutaan. Ya, kebutaan yang akan
disandang oleh anak seumur hidupnya yang disebabkan oleh sebuah
"makhluk" bernama ROP. Retinopathy Of Prematurity.
Singkat kata, ROP adalah
tumbuhnya jaringan liar pada retina yang dialami oleh anak terlahir prematur.
ROP, apabila terlambat ditangani akan berdampak menjadi sebuah kondisi kebutaan
pada anak.
π»π»
ROP hanya terjadi pada
anak terlahir prematur, ROP tidak ada ciri, tidak ada tanda. Sebab itu setiap
bayi terlahir prematur harus menjalani skrining/ pemeriksaan mata oleh dokter
mata sub spesialis mata anak dengan menggunakan alat indirect opthalmoscope paling
lambat di usia 4 minggu, dan dilakukan intens pemeriksaan lanjutan per 2 minggu
hingga dinyatakan matur pada usia gestasi 45-50 minggu.
Apabila dalam perjalanan
proses pemeriksaan dideteksi ada perburukan, maka harus segera dilakukan
tindakan. Abai atau keterlambatan atas skrining bisa berdampak kebutaan pada
anak.
π»π»
Tidak mudah mendampingi
orangtua yang mendapatkan diagnosa tersebut. Amarah, kekecewaan, sedih, putus
asa seakan menjadi satu kesatuan yang membelenggu dan membuat sesak napas. Apa yang
harus dilakukan? Bagaimana anakku kelak? Ke mana anakku akan bersekolah? Aku
pernah berada pada posisi yang sama belasan tahun silam, membuatku sangat paham
apa yang berkecamuk.
Seringkali tidak banyak
yang aku lakukan selain hanya memeluk mereka, membiarkan menumpahkan tangis dan
menjadikan diri sebagai luapan perasaan. Aku akan menunggu hingga mereka
tenang, barulah bisa membimbing mereka.
π»π»
Yang pertama aku lakukan
adalah membangkitkan semangat dan harapan yang luruh. Bahwa mereka selaku orangtua
pasti akan dimampukan oleh Allah untuk menjalani babak baru kehidupan mereka.
Bahwa anak mereka cuma 'buta" tok! Dan itu bukan akhir dunia mereka. Boleh
sedih, boleh kecewa, boleh marah, tapi jangan lama-lama. Ada anak yang
membutuhkan kewarasan orangtuanya, ada anak yang membutuhkan stimulasi yang
tepat untuk tetap bisa tumbuh kembang sesuai usia, agar kelak anak bisa meraih
prestasi dan talenta yang membanggakan.
Aku turut bahagia dan lega
saat melihat orangtua bisa bangkit dan mulai bertanya serta belajar bagaimana
menstimulasi anak-anak mereka.
π»π»
Tidak mudah, penuh
tantangan, dan dalam perjalanan menjadi pendamping ini, seringkali juga
menerima hujatan dan sasaran amarah orangtua. Namun, aku anggap semua sebagai
bagian dari proses pembelajaran dalam menjalani kehidupan.
π»π»
Pekerjaan menjadi
pendamping apakah ada bayarannya? Tidak ada. Pekerjaan yang aku jalani ini,
sebagai pendamping, adalah pekerjaan sosial. Pekerjaan yang didasari oleh hati.
Mengeluarkan uang pribadi, iya pasti. Namun, tetap sedikit pun tidak berpikir
sama sekali untuk memungut bayaran atas dampinganku.
InshaaAllah Allah menjamin
rejeki dari pintu rejeki lainnya, bukan dari sini.
π»π»
Kok mau-maunya sih, repot
mikirin orang lain, capek capek ngurusin orang, ninggalin anak dan rumah. Belum
lagi harus menjawab pesan dan telepon yang beruntun dari mana-mana. Sekali
lagi, ini pekerjaan dari hati. Tidak bisa diukur dengan apa pun. Dan, dengan
jujur aku katakan bahwa pekerjaan ini adalah upayaku untuk balas dendam.
Ya! Balas dendam.
Belasan tahun lalu, aku
pernah berada pada posisi yang sama, terpuruk dalam amarah dan kesedihan,
merasakan betapa dunia sempit menghimpit tanpa ada teman dan apa yang bisa
menjadi petunjuk atas apa yang sedang aku alami.
Ya, aku juga sama dengan
para orangtua yang aku dampingi ini. Memiliki anak buta, anak tunanetra, tidak
bisa melihat, yang disebabkan oleh ROP tadi. Kala itu, aku sendiri juga lupa
bagaimana caranya, pada akhirnya aku mendapat sebuah nama sebuah kontak
telepon, yang berdasarkan cerita yang aku peroleh memiliki anak yang juga
mengalami hal sama. Merasa mendapat secercah cahaya, tanpa menunggu waktu aku
segera mencoba menghubungi dan siap menemui beliau. Namun sayangnya harapanku
pupus. Keinginan bisa memperoleh teman, keinginan ingin bisa menimba ilmu
bagaimana caranya merawat dan melatih anak tidak aku peroleh.
Sebuah dendam akhirnya
membara dalam diriku. Dendam yang ingin aku balas, dendam yang membuatku
bertekad, "Ya Allah, mudahkan aku belajar, mudahkan aku menimba ilmu untuk
bisa mendampingi anakku, dan ya Allah, ijinkan aku kelak membalas dendam dengan
bisa menjadi pendamping para orang tua yang juga ingin belajar membersamai
anak-anak tunanetra mereka."
Dan, inilah aku sekarang,
Ibuk Mima, pendamping para orang tua dengan anak gangguan penglihatan tunanetra
– low vision. Doakan Ibuk semoga sehat selalu. Aamiin.
Terimakasihπ
#kisahku
#relawan
#volunteer
#PeduliAbk
#PeduliAbkTunanetra
#Belajar
#KBM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar