Senin, 07 Januari 2013

Hayoooooooo buku apa yang gak ada di toko buku



Buat pecinta buku, berada di sebuah toko buku serasa berada di ‘surga’. Wangi buku-buku itu serasa parfum mewah. Whuaaaaaaaaaa menyadari kiri kanan depan belakang diri kita yang ada hanyalah tumpukan dan deretan buku-buku yang seolah mereka tersenyum dan menyambut kita serta tebar pesona berharap salah satu dari mereka diambil oleh jemari kita. Minimal satu buku pasti akan terbungkus dalam kantong belanjaan.

Namun, sadarkah diri kita jika ada buku yang ‘belum’ tidak bisa kita temukan di toko buku tersebut. Padahal,… konon katanya, buku adalah ‘jendela dunia’. Padahal juga, bagi orang yang ‘melek’ huruf,… pasti memerlukan buku. Tetapi kalau buku yang diperlukan ternyata gak bisa diperoleh, bagaimana mau dibaca?

Nah dikelilingi oleh ribuan buku yang ada di toko buku,… buku apa sih yang gak ada?
Buku dalam format Braille yang gak ada. Hingga saat ini belum ada toko buku yang menyediakan buku dalam format Braille dijual di deretan buku-buku tersebut. Ya, buku dalam format Braille yang diperlukan oleh para penyandang tunanetra.

Jika anda bisa asyik menikmati kisah cinta vampire ganteng Edward Cullen dan Bella Swan, pastilah penyandang tunanetra juga ingin bisa membacanya. Jika anda hanyut dalam petualangan Harry Potter, atau termotivasi dalam kisah sukses Merry Riana tentunya penyandang tunanetra juga ingin bisa membacanya.
Bisa saja sih, dibacakan. Namun kembali sebuah pertanyaan dilontarkan, buat kalian… enak mana membaca sendiri buku-buku tersebut, dengan pilihan lain yakni harus menunggu dan mencari orang lain untuk membacakannya? Harus diakui kan, bahwa ‘membaca’ itu mempunyai ‘kenikmatan’ tersendiri. 

Yuk, mengajak para sahabatku untuk peduli sedikit saja,…. kepada teman-teman penyandang tunanetra. Ambil satu buku yang kita miliki dirumah, dan kemudian kita ketik ulang buku tersebut mulai dari sampul depan hingga sampul belakang dalam format word, huruf Times New Roman ukuran 12. Selesai mengetik, kita emailkan kepada indah@mitranetra.or.id dilengkapi dengan data diri.

Mengajak para sahabatku bergabung sebagai relawan dalam program Seribu Buku Untuk Tunanetra yang dicanangkan oleh Yayasan Mitra Netra. 

Soft copy tersebut nantinya akan di convert dalam huruf Braille dan dicetak menjadi buku-buku Braille. Sehingga teman-teman penyandang tunanetra bisa ikut serta membaca kisah yang juga menjadi favorite kalian.






Yukk… gak pake lama,.. mulai mengetik ^_^, terimakasih.


Jumat, 04 Januari 2013

Louise Braille dan Sejarah Tulisan Braille



Louise Braille dilahirkan di desa Coupvray, 40km dari kota Paris pada tanggal 4 Januari 1809. Pada usia 3 tahun Louise Braille menjadi tunanetra karena matanya terkena pisau dan menjadi rusak karena infeksi. Tahun 1819 ketika berusia 10 tahun Louise Braille mulai bersekolah pada L’eecie des Yeunes Avengles di kota Paris, yaitu sekolah tunanetra pertama yang didirikan oleh Valentine Hauy tahun 1784.
Louise Braille tergolong anak yang cerdas serta memiliki kemauan yang keras. Setelah tamat sekolah ia bekerja pada sekolah tersebut sebagai guru (repetitor). Pada saat itu tulisan yang digunakan ialah tulisan latin yang dicetak timbul (relief).

Sejaman dengan kehidupan Louise Braille, seorang opsir tentara berkuda Perancis yang bernama Charles Barier menciptakan tulisan titik=titik timbul yang dapat dibaca dengan cara diraba. System tulisan ini terdiri dari 12 buah titik. Louise Braille sangat tertarik kemudian menyimpulkan bahwa tulisan system titik-titik timbul lebih baik daripada tulisan relief latin.

Louise Braille menyusun kembali system tulisan titik-titik menjadi 6 titik saja, yang kemudian dikenal sebagai tulisan Braille. Ia ciptakan system tulisan itu untuk keperluan bahasa, berhitung dan music. Ia juga menciptakan alat tulisnya yang diberi nama reglette.

Pada tahun 1836 sistem tulisan Braille sudah lengkap dan sejak itu perjuangan Louise Braille diarahkan untuk memperkenalkan system tulisan Braille agar dapat dipergunakan secara luas dan umum sebagai tulisan resmi orang-orang tunanetra. 

Pada tahun 1860 dalam suatu konggres Internasional, tulisan Braille diterima sebagai tulisan resmi bagi sekolah-sekolah tunanetra diseluruh Eropa Barat.
Pada tanggal 6 Januari 1852 Louise Braille wafat. Untuk mengenang jasa-jasa Louise Braille maka di desa kelahirannya Coupvray, didirikan Monumen Louise Braille dan setiap tanggal 4 januari diperingati diseluruh dunia sebagai hari Braille.

Perkembangan Tulisan Braille di Indonesia
Tulisan Braille mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1901 ketika Dr. Westhoff mendirikan sekolah Blinden Instituut di Bandung. Sampai pada masa proklamasi kemerdekaan RI, system tulisan Braille yang dipergunakan di Indonesia adalah system tulisan Braille dari Negara Belanda.

Setelah pemerintah mendirikan SGPLB di Bandung tahun 1952, perkembangan pendidikan bagi anak tunanetra meningkat dengan pesat dan pada tahun 1972 dengan diberlakukannya Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, maka tulisan Braille pun menyesuaikan dengan EYD tersebut, dan sekaligus disusun system Tulisan Singkat Braille Indonesia (TUSING).

Pada tahun 1974 Pedoman penulisan Braille menurut EYD dibakukan. Selanjutnya Direktorat Pendidikan Dasar melakukan penyempurnaan system tulisan Braille Indonesia tersebut melalui kegiatan lokakarya dan seminar-seminar agar sesuai dengan kaidah-kaidah pada tulisan cetak/ latin. Pada tahun 1999 diterbitkan buku Pedoman Penulisan Braille Indonesia yang telah disempurnakan yang isinya mencakup seluruh lambing-lambang dalam bidang bahasa, matematika, IPA, Kimia, Musik dan Arab.


disadur dari Resource Centre - Braille Books Production