Sejak mengenal huruf Braille, satu yang selalu menjadi ganjelan dalam benakku adalah, sebuah buku dengan dual huruf. Huruf awas dan huruf Braille. Kok rasanya seneng kalau Alifah dan Balqiz bisa sharing buku. Semakin terasa sekali saat mereka berdua sudah semakin lancar membaca dan bisa memahami isi dari cerita yang terkandung dalam sebuah buku.
Rasanya miris banget saat membelikan buku untuk Alifah, dimana banyak sekali pilihan yang bisa diambil, namun Balqiz tidak bisa langsung ikutan membacanya. Aku harus membacakan buku tersebut, dan apabila ingin mencetak dalam huruf Braille, aku harus mengetik ulang dahulu buku tersebut dalam format word, kemudian membawanya ke mitranetra untuk bisa dicetak dalam format Braille.
Apabila teks yang ada tidak
terlalu banyak, aku bisa langsung membraillekan dengan menggunakan riglet, atau
mesin tik Braille. Bila kertas buku terlalu tebal yang tidak mungkin bisa
tertembus jarum riglet, aku membraillekannya di plastik bening dan baru
ditempel dengan menggunakan double tape.
Kenapa harus buku? Ini karena
kecintaanku pada buku. Sejak kecil aku sudah diperkenalkan dengan buku dan
menyukai membaca. Gak heran kan kalau melihat ukuran kacamataku yang sudah
mencapai minus 6,5. Atas dasar itulah tidak heran kalau Alifah dan Balqiz juga
menyukai buku. Konon, buku adalah
jendela dunia.
Untuk keperluan Balqiz memang
harus ‘kerja keras’ memenuhi
kebutuhannya atas bacaan. Jalinan kerjasama dengan Yayasan Mitranetra sangat
membantu sekali dalam pemenuhan kebutuhan ini. Selain memesan buku yang sudah
ada disana, aku sendiri juga sering mengetik ulang berbagai buku dan kemudian
membawanya ke mitranetra untuk dicetakkan menjadi buku Braille.
Terlebih disaat menjelang
libur panjang,… stok buku sudah harus mulai dicicil untuk bisa dibuatkan agar
saat libur tiba, buku buku tersebut siap untuk dibaca balqiz.
Sekitar sebulanan yang lalu,
kembali memesan buku di mitranetra. Ngobrol bersama mbak Indah Luthfiah
penanggungjawab urusan buku Braille disana. Saat itu aku membawa dua buku
cerita milik Alifah. Mbak Indah menawarkan untuk mencoba mencetak Braille langsung
di buku cerita tersebut. Namun karena memang belum pernah dikerjakan, jadilah
sebuah uji coba. Gak papa deh uji coba, kalaupun buku tersebut pada akhirnya
rusak dalam proses, ya sudah diikhlaskan. Sebagai cadangan, aku sudah mengetik
ulang isi dari buku cerita tersebut untuk diterbitkan buku braillenya.
Lama berselang tidak ada
kabar dari mbak Indah. Memaklumi juga pastinya kesibukannya yang banyak dalam
memproduksi berbagai buku Braille dan kegiatan mitranetra. Gak berani juga buat
nanya-nanya,… disatu sisi karena kuatir mendengar berita kalo uji cobanya
gagal, kedua kuatir juga mengganggu mbak Indah terkesan memburu-buru. Hingga
akhirnya, dua hari lalu, masuk sebuah sms yang mengabarkan bahwa pesanan kartu
nama dan buku sudah selesai bisa diambil. Namun sama sekali mbak Indah tidak
menyinggung soal buku cerita yang diuji cobakan. Ya wes, sudah berbesar hati
menerima kalau uji cobanya gagal.
Kamis, 30 Mei 2013 sepulang
sekolah Balqiz, kita mampir di mitranetra bertemu dengan mbak Indah. Urusan kartu
nama dan pesanan buku dengan segera bisa diselesaikan. Udah hopeless, karena
sama sekali mbak Indah gak ngomong soal buku ceritanya. Sesaat hendak pamit,
tiba-tiba mbak Indah bilang,
“Ibu…. Aku lupaaaaa! Buku ceritanya
juga sudah jadi. Bisa buuu… berhasil di braillekan” seru mbak Indah dengan
wajah sumringah.
“Haaa… serius mbak? Beneran bisa?
Whuaaaa hebat” seruku gak kalah senangnya. Segera mbak Indah kembali ke
ruangannya di lantai dua #hehehehehehe… gpp ya mbak.. jadi naik turun tangga
untuk ngeladenin kita
Dan……. Mbak Indah kembali
dengan dua buah buku cerita ditangannya, wow kereeeeennnn!!! Serasa meledak di
dada melihatnya. Sebuah buku dengan dual huruf terpampang dihadapanku, huruf
awas dan huruf Braille. Kalau gak malu dengan sekitar, pasti lonjat lonjat dan
berteriak ^_^
Inilah yang dilakukan oleh mbak Indah, membongkar
dahulu jilid dari buku cerita tersebut kemudian men-setting-nya dalam mesin
cetak. Setelah sebelumnya trial and error dengan menggunakan dahulu kertas
seukuran buku tersebut untuk mencetak sebagai dummy. Setelah dummy sudah sesuai dengan harapan,
barulah dicetak di dalam buku setelah sebelumnya teks cerita ditulis ulang
dalam format word.
Begitu sampai di mobil, belum sempat duduk dengan sempurna sudah ditagih sama Balqiz mana buku dia. Dan setelah aku ceritakan apa yang diperoleh, balqiz senang sekali dan antusias segera meraba buku dan membacanya.
Seketika kembali teringat akan cita-cita terpendam
ingin membuat buku cerita anak dengan tema disabilitas serta dicetak dalam
format dua huruf, awas dan Braille. Semoga bisa terwujud. Amin.
Terimakasih mbak Indah,
terimakasih Mitranetra, terimakasih sahabat,…. Mohon doa bagi kami supaya tetap
semangat dan terus giat berkarya. Inshaa Allah menjadi ladang amal dan berkah
bagi banyak orang, terutama anak-anak tunanetra.
3 komentar:
wah.., saya baru tahu ternyata bisa di buat buku dengan hurup braille ya mbak..
pasti anak-anak senang banget ya mbak.. :)
salam kenal ya mbak..
membaca cerita mbak, membuat saya kagum. semoga bisa terwujud semua impian dan harapannya. amin...
Posting Komentar