Sabtu, 01 Juni 2013

huruf awas vs huruf braille


Sejak mengenal huruf Braille, satu yang selalu menjadi ganjelan dalam benakku adalah, sebuah buku dengan dual huruf. Huruf awas dan huruf Braille. Kok rasanya seneng kalau Alifah dan Balqiz bisa sharing buku. Semakin terasa sekali saat mereka berdua sudah semakin lancar membaca dan bisa memahami isi dari cerita yang terkandung dalam sebuah buku.

Rasanya miris banget saat membelikan buku untuk Alifah, dimana banyak sekali pilihan yang bisa diambil, namun Balqiz tidak bisa langsung ikutan membacanya. Aku harus membacakan buku tersebut, dan apabila ingin mencetak dalam huruf Braille, aku harus mengetik ulang dahulu buku tersebut dalam format word, kemudian membawanya ke mitranetra untuk bisa dicetak dalam format Braille. 


Apabila teks yang ada tidak terlalu banyak, aku bisa langsung membraillekan dengan menggunakan riglet, atau mesin tik Braille. Bila kertas buku terlalu tebal yang tidak mungkin bisa tertembus jarum riglet, aku membraillekannya di plastik bening dan baru ditempel dengan menggunakan double tape.




 
Kenapa harus buku? Ini karena kecintaanku pada buku. Sejak kecil aku sudah diperkenalkan dengan buku dan menyukai membaca. Gak heran kan kalau melihat ukuran kacamataku yang sudah mencapai minus 6,5. Atas dasar itulah tidak heran kalau Alifah dan Balqiz juga menyukai buku.  Konon, buku adalah jendela dunia. 

Untuk keperluan Balqiz memang harus ‘kerja keras’ memenuhi kebutuhannya atas bacaan. Jalinan kerjasama dengan Yayasan Mitranetra sangat membantu sekali dalam pemenuhan kebutuhan ini. Selain memesan buku yang sudah ada disana, aku sendiri juga sering mengetik ulang berbagai buku dan kemudian membawanya ke mitranetra untuk dicetakkan menjadi buku Braille.
 
Terlebih disaat menjelang libur panjang,… stok buku sudah harus mulai dicicil untuk bisa dibuatkan agar saat libur tiba, buku buku tersebut siap untuk dibaca balqiz.







Sekitar sebulanan yang lalu, kembali memesan buku di mitranetra. Ngobrol bersama mbak Indah Luthfiah penanggungjawab urusan buku Braille disana. Saat itu aku membawa dua buku cerita milik Alifah. Mbak Indah menawarkan untuk mencoba mencetak Braille langsung di buku cerita tersebut. Namun karena memang belum pernah dikerjakan, jadilah sebuah uji coba. Gak papa deh uji coba, kalaupun buku tersebut pada akhirnya rusak dalam proses, ya sudah diikhlaskan. Sebagai cadangan, aku sudah mengetik ulang isi dari buku cerita tersebut untuk diterbitkan buku braillenya. 

Lama berselang tidak ada kabar dari mbak Indah. Memaklumi juga pastinya kesibukannya yang banyak dalam memproduksi berbagai buku Braille dan kegiatan mitranetra. Gak berani juga buat nanya-nanya,… disatu sisi karena kuatir mendengar berita kalo uji cobanya gagal, kedua kuatir juga mengganggu mbak Indah terkesan memburu-buru. Hingga akhirnya, dua hari lalu, masuk sebuah sms yang mengabarkan bahwa pesanan kartu nama dan buku sudah selesai bisa diambil. Namun sama sekali mbak Indah tidak menyinggung soal buku cerita yang diuji cobakan. Ya wes, sudah berbesar hati menerima kalau uji cobanya gagal.



Kamis, 30 Mei 2013 sepulang sekolah Balqiz, kita mampir di mitranetra bertemu dengan mbak Indah. Urusan kartu nama dan pesanan buku dengan segera bisa diselesaikan. Udah hopeless, karena sama sekali mbak Indah gak ngomong soal buku ceritanya. Sesaat hendak pamit, tiba-tiba mbak Indah bilang, 

Ibu…. Aku lupaaaaa! Buku ceritanya juga sudah jadi. Bisa buuu… berhasil di braillekan” seru mbak Indah dengan wajah sumringah.

Haaa… serius mbak? Beneran bisa? Whuaaaa hebat” seruku gak kalah senangnya. Segera mbak Indah kembali ke ruangannya di lantai dua #hehehehehehe… gpp ya mbak.. jadi naik turun tangga untuk ngeladenin kita

Dan……. Mbak Indah kembali dengan dua buah buku cerita ditangannya, wow kereeeeennnn!!! Serasa meledak di dada melihatnya. Sebuah buku dengan dual huruf terpampang dihadapanku, huruf awas dan huruf Braille. Kalau gak malu dengan sekitar, pasti lonjat lonjat dan berteriak ^_^








Inilah yang dilakukan oleh mbak Indah, membongkar dahulu jilid dari buku cerita tersebut kemudian men-setting-nya dalam mesin cetak. Setelah sebelumnya trial and error dengan menggunakan dahulu kertas seukuran buku tersebut untuk mencetak sebagai dummy.  Setelah dummy sudah sesuai dengan harapan, barulah dicetak di dalam buku setelah sebelumnya teks cerita ditulis ulang dalam format word.



  Begitu sampai di mobil, belum sempat duduk dengan sempurna sudah ditagih sama Balqiz mana buku dia. Dan setelah aku ceritakan apa yang diperoleh, balqiz senang sekali dan antusias segera meraba buku dan membacanya.

Seketika kembali teringat akan cita-cita terpendam ingin membuat buku cerita anak dengan tema disabilitas serta dicetak dalam format dua huruf, awas dan Braille. Semoga bisa terwujud. Amin.





Terimakasih mbak Indah, terimakasih Mitranetra, terimakasih sahabat,…. Mohon doa bagi kami supaya tetap semangat dan terus giat berkarya. Inshaa Allah menjadi ladang amal dan berkah bagi banyak orang, terutama anak-anak tunanetra.



3 komentar:

Tri Wahyuni Zuhri mengatakan...

wah.., saya baru tahu ternyata bisa di buat buku dengan hurup braille ya mbak..
pasti anak-anak senang banget ya mbak.. :)

salam kenal ya mbak..
membaca cerita mbak, membuat saya kagum. semoga bisa terwujud semua impian dan harapannya. amin...

Elsa mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
E. NoviaMF mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.