Rabu, 23 Mei 2012

Belajar berhenti berkata ‘maaf’


Jika melihat judul diatas tentunya akan mengernyitkan dahi. Bukankah kata ‘maaf’ adalah kata yang masuk di dalam ‘magic word’ yang juga sebaiknya diajarkan kepada anak, termasuk anak berkebutuhan khusus sekalipun.

Note ini terinspirasi sebuah status dari seorang ‘sahabat’, hehehehehehe lagi-lagi inspirasinya dari ‘status’ yak!! Yaaaa, pembelaannya adalah bahwa inspirasi menulis bisa darimana saja termasuk dari sebuah ‘status’.

Membawa ABK berada diluar lingkungan rumah, berada di area public merupakan sebuah tantangan dan uji mental tersendiri. Bukan hanya bagi orangtuanya yang membawa serta ABK-nya namun juga bagi sang ABK itu sendiri. Dalam berbagai situasi dan kondisi di luar lingkungan yang biasa melingkupi sang ABK banyak hal yang bisa terjadi, termasuk di dalamnya tantrum atau sebuah upaya ‘cari cari perhatian’.

Sebenarnya ulah atau tingkah laku seperti itu bukan hanya milik ABK. Pada umumnya anak-anak mempunyai sifat dasar seperti itu. Toh biasa juga kita melihat seorang anak yang ngambeg misalnya karena permintaannya tidak terpenuhi saat di mall, biasa juga melihat seorang anak yang menangis merengek, biasa juga melihat seorang anak yang berlari atau berteriak mencari-cari perhatian orangtuanya atau orang sekitarnya.

Namun,… ternyata hal-hal biasa tersebut akan menjadi ‘tidak biasa’ apabila terjadi pada seorang ABK. Oya memperjelas dahulu bahwa ABK disini adalah Anak Berkebutuhan Khusus, bukan Anak Buah Kapal yaaaaaa.

Seorang sahabat dalam statusnya menyebutkan bahwa dia akhirnya belajar untuk berhenti berkata ‘maaf’ saat ABK-nya berteriak mengungkapkan perasaannya. Perasaan senang atau sedih pada beberapa ABK terkadang terlihat ‘berlebihan’ dimana mereka berteriak, tertawa dalam suara yang keras dan tidak jarang disertai mel ‘melompat lompat kegirangan. Pada akhirnya sang orangtua ‘terpaksa’ melontarkan kata ‘maaf’ karena melihat reaksi dari lingkungan sekitar yang merasa terganggu mungkin atau merasa aneh melihat tingkah sang ABK. Sahabat berkata bahwa anaknya memang masih harus belajar bagaimana mengungkapkan perasaannya, namun sang anak tidak akan bisa memahami mengapa sang orangtua harus berkata ‘maaf’ karena ungkapan dirinya.

Mengingatkan diriku akan pengalaman berada di ruang public bersama Balqiz tentunya. Saat ini Balqiz sudah semakin merasa memerlukan bantuan tongkat untuk membantunya dan semakin bisa menguasai teknik dalam penggunaan tongkat tersebut. Jika berada di ruangan yang lebar dan luas biasanya tidak ada masalah. Namun berbeda jika kita berada dalam ruang gerak yang terbatas, misalkan di lorong sebuah mall, atau berada di halte pemberhentian bus. Tidak jarang tongkat Balqiz akan menyenggol kaki seseorang atau menabrak sesuatu yang menghalangi gerakan tongkat yang diayunkan Balqiz.

Beberapa kali aku memang meminta maaf atas kejadian tersebut, maaf yang didasari merasa bersalah bahwa keberadaan Balqiz yang menggunakan tongkat ternyata membuat orang tidak nyaman karena tertabrak atau tersenggol. Dan saat ini Balqiz sudah semakin kritis dalam menyikapi berbagai hal, jika kemarin kemarin dia hanya diam saja mendengar dan menyimak namun sekarang dia sudah bisa bertanya sekaligus protes. 

Kenapa bunda harus minta maaf? Saat dijelaskan bahwa bunda minta maaf karena tongkat Balqiz menabrak seseorang atau menghalangi langkah seseorang, Balqiz melayangkan protes, “kan kata ibu tongkat buat tanda jalan, kalo nabrak aku harus berhenti”

Akhirnya tersadar, bahwa ya juga yaaaa! Kan fungsi tongkat adalah membantunya untuk memandu berjalan, membantunya menjadi ‘mata’, membantunya mengenali area di depan langkahnya, kalau selalu meminta ‘maaf’ akhirnya buat apa berjalan? Buat apa orientasi mobilitas, lantas kalau misalkan Balqiz kelak mampu ‘mandiri’ tanpa pendamping jangan jangan saat membentur tembok dia akan berkata ‘maaf’ kepada tembok!!!!

Jadilah aku belajar berhenti berkata ‘maaf’ dalam kondisi kondisi tertentu. Cukuplah aku tersenyum dan mengajak Balqiz meneruskan langkah. Tentunya orang akan segera mengetahui bahwa tongkat yang menabrak dirinya adalah sebuah tongkat seorang ‘tunanetra’. Sudah saatnya masyarakat menerima keberadaan para penyandang disabilitas di sekitar mereka. Bahwa penyandang disabilitas juga mempunya hak berada di dalam ruang publik yang sama dengan masyarakat umum. memulai berpartisipasi membentuk masyarakat yang inklusi dengan langkah kecil sesuai kemampuanku.

Buat sahabatku, terimakasih atas inspirasinya, tetap semangat dan tetap menguatkan tekad kita menaklukkan dunia bagi masa depan ABK kita!!!!






8 komentar:

M. Raul Yasin Widjayabrata mengatakan...

selalu terharu dengan tulisan mba prima, *peluk-peluk*
caiyo acisss.....
u're the best and u have the great mother...
*betul gag tuh bhs inggrisnya?

Adek Pooh mengatakan...

subhanallah.. balqiz makin kritis dan pinter.
semangaatttt balqiz dan bunda!

Anonim mengatakan...

nice post :)

Tri Sapta mengatakan...

H h awal paragraf saya kira ABK anak buah kapal.Mak, minta ijin foto Balqiz di letakkan salah satu tulisan saya ya!

udaayyee mengatakan...

Salam Kenal,,
Terharu baca tulisan bunda, bunda yang hebat, semua jempol deh buat bunda,,

Tetap Kuat, Ikhlas n sabar ya bun,,
Allah selalu sayang sama hamba2-NYA yang ikhlas,,

Sun yg buat kk Balqis dr Adek K,,

mooibandoeng mengatakan...

Permisi, saya terharu baca tulisan2 di sini,bolehkah saya share?

primaningrum mengatakan...

@mooibandoeng, silahkan dan jangan lupa tetap sebutkan sumber dari blog ini. terimakasih

mooibandoeng mengatakan...

Ya tentu akan saya sebutkan sumber ini. Terima kasih..