Siaran Pers.
Diskriminasi Di Dunia Pendidikan.
Pelanggaran hak asasi manusia mewarnai penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2008 ini. Wijaya, seorang tunanetra alumni SMA Negeri 66 Jakarta Selatan, setelah lolos seleksi Ujian Masuk Bersama (UMB) Fakultas Tarbiyah jurusan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah, saat daftar ulang ditolak oleh pihak universitas, karena dia tunanetra. Uang yang telah dibayarkan sebesar Rp 1,850,000 dikembalikan kepada yang bersangkutan, sementara semua berkas pendaftaran ulang yang telah diserahkan hingga kini tetap ada pada pihak perguruan tinggi.
Sudah sejak tahun 80an, atau bahkan mungkin sebelumnya, universitas yang dahulu bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ini membuka diri pada hadirnya tunanetra untuk belajar di sana di berbagai jurusan yang ada, termasuk Fakultas Tarbiyah. Dan, dari kampus yang berlokasi di kawasan Ciputat ini, telah lahir sejumlah sarjana tunanetra yang saat ini telah berkiprah di masyarakat pada bidang mereka masing-masing. Bahkan, tahun lalu, seorang tunanetra dari Fakultas Dakwah lulus dengan predikat terbaik.
Tapi entah mengapa, tiba-tiba perguruan tinggi yang semula ramah pada tunanetra itu mengubah pendiriannya. Wijaya, siswa tunanetra yang sejak di awal masa studinya senantiasa mendapatkan layanan dampingan dari Yayasan Mitra Netra, setelah lolos ujian masuk bersama yang diselenggarakan pada pertengahan bulan Juni lalu, ditolak dengan alas an karena dia tunanetra. Bersama Wijaya, Arif, yang juga satu SMA dengannya, saat ini sedang mempersiapkan diri belajar di FISIP Universitas
UIN, sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi yang juga berfungsi sebagai “agen perubahan”, telah menodai dirinya sendiri dengan perlakuan diskriminasi kepada satu anak bangsa yang dengan sungguh-sungguh ingin mengembangkan dirinya. Apakah kekerasan dalam pendidikan semacam ini akan terus dibiarkan?
Aria Indrawati/Kabag Humas-Yayasan Mitra Netra
Email: aria@mitranetra. or.id
****
disini bunda mau nulis tentang "isi kepala" bunda saat ini;
menanggapi kasus diatas, jujur bunda merasa miris dan sedih. dijaman yang katanya "sudah maju" ini masih saja terdapat orang-orang picik yang beranggapan bahwa "tunanetra" tidak bisa apa-apa. padahal,... diluaran sana banyak sekali tunanetra yang punya "prestasi". contoh terdekat saja yang masih hangat dalam ingatan; ada Fiersha Hanafi, penyanyi remaja dengan suaranya yang indah, kemudian ada Ramaditya, yang mempunyai banyak prestasi sebagai composer musik game!!
dan, yang membuat bunda akhirnya sedih adalah, yang berakhir pada sebuah pemikiran; apakah kondisi ini tetap akan dialami oleh balqiz nantinya kelak???????
OH TIDAK!!!!!!!!!!
memang, langkah kaki balqiz masih jauh rasanya untuk menuju ke sebuah pendidikan tinggi, tetapi jika tidak dipikirkan dari sekarang tau tau langkah tersebut sudah akan mendekati garis akhir,... karena waktu akan terus berjalan. wahai para kaum birokrat, dengarkan kata hati kami para bunda,.. ingatlah bahwa pendidikan itu juga merupakan hak bagi anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus. hak pendidikan bagi semua, ada loh di UUD45 terutama di Bab 33 pasal 31 dan 32!!
dan..... ini hanyalah sebuah pemikiran "jelek" dari bunda,..
mungkin para birokrat, para pemegang keputusan dalam pemerintahan harus memiliki "anak berkebutuhan khusus" atau..... para birokrat itu yang tiba-tiba menjadi "berkebutuhan khusus", nah mungkin barulah mata hatinya akan "melek",.. dengan demikian para blio-blio ini bisa "melihat" betapa minimnya fasilitas, betapa "diskriminasinya" negeri tercinta ini kepada "anak-anak berkebutuhan khusus",..
ada yang mau meng-amin-kan "doa jelek bunda"?
sok atuh,.. silahkan!!
3 komentar:
Dunia pendidikan ini emang masih semrawut... sama seperti dunia kerja, di-mana2 terjadi diskrimisasi terhadap orang2 yang mempunyai kebutuhan khusu.
Moga aja dimasa yang akan datang semua akan lebih baik ya....
Dimasa datang Balqis pasti bisa mengejar cita2nya bun, amiiin. Perubahan selalu ada, Semangat ya bun.
Ehm, UIN :)
Posting Komentar