Jika
melihat judul diatas tentunya akan mengernyitkan dahi. Bukankah kata ‘maaf’
adalah kata yang masuk di dalam ‘magic word’ yang juga sebaiknya diajarkan
kepada anak, termasuk anak berkebutuhan khusus sekalipun.
Note
ini terinspirasi sebuah status dari seorang ‘sahabat’, hehehehehehe lagi-lagi
inspirasinya dari ‘status’ yak!! Yaaaa, pembelaannya adalah bahwa inspirasi
menulis bisa darimana saja termasuk dari sebuah ‘status’.
Membawa
ABK berada diluar lingkungan rumah, berada di area public merupakan sebuah
tantangan dan uji mental tersendiri. Bukan hanya bagi orangtuanya yang membawa
serta ABK-nya namun juga bagi sang ABK itu sendiri. Dalam berbagai situasi dan
kondisi di luar lingkungan yang biasa melingkupi sang ABK banyak hal yang bisa
terjadi, termasuk di dalamnya tantrum atau sebuah upaya ‘cari cari perhatian’.
Sebenarnya
ulah atau tingkah laku seperti itu bukan hanya milik ABK. Pada umumnya
anak-anak mempunyai sifat dasar seperti itu. Toh biasa juga kita melihat
seorang anak yang ngambeg misalnya karena permintaannya tidak terpenuhi saat di
mall, biasa juga melihat seorang anak yang menangis merengek, biasa juga
melihat seorang anak yang berlari atau berteriak mencari-cari perhatian
orangtuanya atau orang sekitarnya.
Namun,…
ternyata hal-hal biasa tersebut akan menjadi ‘tidak biasa’ apabila terjadi pada
seorang ABK. Oya memperjelas dahulu bahwa ABK disini adalah Anak Berkebutuhan
Khusus, bukan Anak Buah Kapal yaaaaaa.
Seorang
sahabat dalam statusnya menyebutkan bahwa dia akhirnya belajar untuk berhenti
berkata ‘maaf’ saat ABK-nya berteriak mengungkapkan perasaannya. Perasaan
senang atau sedih pada beberapa ABK terkadang terlihat ‘berlebihan’ dimana
mereka berteriak, tertawa dalam suara yang keras dan tidak jarang disertai mel
‘melompat lompat kegirangan. Pada akhirnya sang orangtua ‘terpaksa’ melontarkan
kata ‘maaf’ karena melihat reaksi dari lingkungan sekitar yang merasa terganggu
mungkin atau merasa aneh melihat tingkah sang ABK. Sahabat berkata bahwa
anaknya memang masih harus belajar bagaimana mengungkapkan perasaannya, namun
sang anak tidak akan bisa memahami mengapa sang orangtua harus berkata ‘maaf’
karena ungkapan dirinya.
Mengingatkan
diriku akan pengalaman berada di ruang public bersama Balqiz tentunya. Saat ini
Balqiz sudah semakin merasa memerlukan bantuan tongkat untuk membantunya dan semakin
bisa menguasai teknik dalam penggunaan tongkat tersebut. Jika berada di ruangan
yang lebar dan luas biasanya tidak ada masalah. Namun berbeda jika kita berada
dalam ruang gerak yang terbatas, misalkan di lorong sebuah mall, atau berada di
halte pemberhentian bus. Tidak jarang tongkat Balqiz akan menyenggol kaki
seseorang atau menabrak sesuatu yang menghalangi gerakan tongkat yang diayunkan
Balqiz.
Beberapa
kali aku memang meminta maaf atas kejadian tersebut, maaf yang didasari merasa
bersalah bahwa keberadaan Balqiz yang menggunakan tongkat ternyata membuat
orang tidak nyaman karena tertabrak atau tersenggol. Dan saat ini Balqiz sudah
semakin kritis dalam menyikapi berbagai hal, jika kemarin kemarin dia hanya
diam saja mendengar dan menyimak namun sekarang dia sudah bisa bertanya
sekaligus protes.
Kenapa bunda harus minta maaf? Saat dijelaskan bahwa bunda
minta maaf karena tongkat Balqiz menabrak seseorang atau menghalangi langkah
seseorang, Balqiz melayangkan protes, “kan kata ibu tongkat buat tanda jalan,
kalo nabrak aku harus berhenti”
Akhirnya
tersadar, bahwa ya juga yaaaa! Kan fungsi tongkat adalah membantunya untuk
memandu berjalan, membantunya menjadi ‘mata’, membantunya mengenali area di
depan langkahnya, kalau selalu meminta ‘maaf’ akhirnya buat apa berjalan? Buat
apa orientasi mobilitas, lantas kalau misalkan Balqiz kelak mampu ‘mandiri’
tanpa pendamping jangan jangan saat membentur tembok dia akan berkata ‘maaf’
kepada tembok!!!!
Jadilah
aku belajar berhenti berkata ‘maaf’ dalam kondisi kondisi tertentu. Cukuplah
aku tersenyum dan mengajak Balqiz meneruskan langkah. Tentunya orang akan
segera mengetahui bahwa tongkat yang menabrak dirinya adalah sebuah tongkat
seorang ‘tunanetra’. Sudah saatnya masyarakat menerima keberadaan para
penyandang disabilitas di sekitar mereka. Bahwa penyandang disabilitas juga mempunya hak berada di dalam ruang publik yang sama dengan masyarakat umum. memulai berpartisipasi membentuk masyarakat yang inklusi dengan langkah kecil sesuai kemampuanku.
Buat
sahabatku, terimakasih atas inspirasinya, tetap semangat dan tetap menguatkan
tekad kita menaklukkan dunia bagi masa depan ABK kita!!!!