Alhamdulillah Balqiz sudah
menjalani satu semester di kelas 1 sd SLB A Negeri Pembina – Lebak Bulus.
sampai sejauh ini bersyukur sekali Balqiz masih bisa mengikuti semua pelajaran
dengan baik serta hasil yang memuaskan.
Jika membandingkan dengan materi yang dipelajari oleh Alifah, masih berimbang. Karena mereka berdua menggunakan kurikulum yang sama sehingga cukup mudah buat panduan kesetaraan materi.
Jika membandingkan dengan materi yang dipelajari oleh Alifah, masih berimbang. Karena mereka berdua menggunakan kurikulum yang sama sehingga cukup mudah buat panduan kesetaraan materi.
Dari sisi kemampuan, bunda
tidak mau membandingkan satu sama lainnya, karena mereka masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan yang berbeda dalam menerima pelajaran serta memiliki
ketertarikan sendiri dalam bidang yang disukai, masing-masing punya talenta
yang unik.
Satu mimpi yang masih harus
dirintis, dipersiapkan dengan matang, serta perlu kerja keras untuk bisa
mewujudkan maupun saat menjalaninya kelak. Yakni mimpi inklusi bersekolah.
Banyak yang menyarankan agar
sesegera mungkin Balqiz berinklusi sekolah. Bahkan begitu tahu bahwa Balqiz
melanjutkan pendidikan dasarnya di SLB setelah lulus TK Pelayanan Dini
di Rawinala banyak pihak yang menyayangkan. Kok SLB sih!!!
Ya gak ada yang salah kok
dengan SLB. Justru jika memanfaatkan waktu serta benar-benar ‘menimba’ ilmu
bagi bunda *penilaian sepihak* justru akan menjadikan dasar yang kuat
bagi anak untuk melanjutkan berinklusi sekolah. Tapiiiii memang harus
diwaspadai memang dan sudah banyak kasus terjadi memang berada di SLB akan menjadikan ‘comfort
zone’ baik bagi si anak maupun orangtua.
Buat bunda *harapan bunda*,
SLB adalah sebuah batu loncatan untuk mempersiapkan diri Balqiz menjalani
inklusi bersekolah kelak. Kalau ada yang mengkuatirkan kelamaan berada di ‘comfort
zone’,… jiaaaaaaaaaaa kalo mau ngbelain ‘comfort zone’ ngapain bunda bersusah susah mempersiapkan Balqiz serta memindahkannya dari Rawinala.
Inklusi bersekolah masih
tetap menjadi mimpi bunda bagi Balqiz. Dan sedang bekerja keras mempersiapkan
serta menjalin banyak relasi serta peluang untuk mewujudkannya. Besar harapan
bunda tidak terlalu lama menunggu kesempatan tersebut.
Apa aja sih persiapannya? Yang
penting kan lancar baca tulis hitung. Ya!! Itu sudah syarat utama yang mutlak
harus dipenuhi. Alhamdulillah, Balqiz sudah memiliki kemampuan dasar lancar
baca tulis hitung dalam Braille.
Dari sisi materi belajar,
hingga saat ini Balqiz masih bisa mengikuti dan mampu untuk mengambil ‘telaah’
dari pelajaran.
So,………… apalagi!! Udah dong
gak ada hambatan lain kalo gitu ^_*. Jika yang menilai para praktisi
pendidikan, praktisi inklusi, yang belum mengenal hari-hari Balqiz pasti begitu
komentarnya.
Tapi masih ada hal lain yang
harus dipersiapkan dengan matang, dan buat bunda itu merupakan syarat utama
malahan. Yaitu persiapan mental Balqiz. Buat bunda itu yang gak bisa ‘main-main’
dalam mempersiapkannya. Karena tidak hanya dia bisa dan supel bersosialisasi
berinteraksi dengan teman, guru, dan orang-orang sekitar. Namun juga ketangguhannya
dalam menghadapi berbagai reaksi, kondisi tiba-tiba, perlakuan terhadap
dirinya, kemampuan memecahkan masalah, dan situasi sejenis.
Bunda menilai, untuk saat ini
Balqiz masih belum siap!
Ya, kalau untuk berinteraksi
dengan orang baru/ lingkungan baru, Balqiz sudah mempunyai kemampuan bahkan dia
seringkali yang mempunyai inisiatif untuk menyapa duluan, memperkenalkan
dirinya duluan. Namun yang masih harus diasah pada diri Balqiz juga masih cukup
banyak.
Contoh kecil saja, Balqiz
masih sensitif dengan suara keras yang keluar dari pelantang suara. Hal tersebut
bisa tiba-tiba menciutkan nyalinya dan memicu kondisi tantrum jika ‘salah’
mengantisipasinya.
Bunda tidak mau ‘asal’ nyemplungin Balqiz berinklusi
sekolah tanpa persiapan yang baik dan matang. Agar jikalau terjadi kendala,…
kendala itu bukanlah hal yang besar.
Tapiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii kembali harus diingat ya. Ini adalah kasus pada Balqiz. Jadi bagi
teman-teman orangtua ABK lainnya, yang sudah yakin akan kemampuan diri anak,
janganlah tulisan ini kemudian menjadi ‘batu
sandungan’ untuk meneruskan langkah meng-inklusi-kan anaknya dalam waktu
dekat.
Kemudian, idealnya inklusi
bersekolah adalah sekolah yang dekat dari tempat tinggal. Dan hingga saat ini
bunda belum menemukannya. Sekolah Dasar inklusi terdekat dari kediaman bunda
adalah SDN 24 Kramat Jati. Itupun bagi bunda masih terhitung ‘jauh’ dari rumah.
Sehingga saat ini bunda masih
menjajaki dan bergerilya di sekolah-sekolah di seputaran Pondok Gede yang
mungkin bisa menerima siswa inklusi. Salah satu sasaran gerilya bunda, adalah
tempat dimana Alifah bersekolah.
Memang belum secara formal
dijajaki. Bunda baru mengajak Balqiz bersosialisasi. Reaksi yang diperoleh
macam-macam. Dari guru kelas Alifah Alhamdulillah ‘tidak’ belum ada
penolakan. Bisa berkomunikasi dengan baik, penerimaan yang baik atas kehadiran
Balqiz di kelas.
Dari teman-teman sekelas
Alifah, bermacam-macam reaksi yang timbul. Ada yang langsung mau menyapa dan
bisa ngobrol langsung dengan Balqiz. Ada yang hanya memandang dari jauh. Ada yang
membuntutin kemana Balqiz melangkah tanpa berkata-kata, ada yang menggodanya,
ada yang terang-terangan hingga menundukkan kepalanya agar bisa dengan jelas
menatap mata Balqiz dan meyakinkan dirinya bahwa memang Balqiz tunanetra. Ada juga
yang langsung lari menghindar dan ada yang hanya menampilkan raut wajah serta
tatapan mata yang berbicara banyak.
Nah… reaksi-reaksi tersebut
merupakan sebuah uji mental!!! Baik uji mental bagi Balqiz dan juga uji mental
bagi bunda. Tekanan efek uji mental
tersebut harus diakui, lebih besar pada uji mental bunda. Dan baik bunda
maupun Balqiz tidak akan bisa mencegah adanya berbagai reaksi tersebut. Yang bisa
dilakukan adalah ‘belajar mengantisipasi’ reaksi reaksi tersebut.
Bagaimana belajarnya? Ya otomatis
harus sering-sering ‘meninjau’ ke
lapangan sebelum benar-benar terjun.
Untuk mencapainya, bunda juga
harus bekerja sama dengan banyak pihak. Mulai dari sekolah asal, sekolah
tujuan, LSM pendukung, GPK, komite sekolah, dan lain-lain. Jalinan kerja sama
tersebut bukan hal yang mudah dijalani jika persiapan intern bunda masih belum
siap. Tapi bukan berarti memanjakan diri berlama-lama berada di
'comfort zone' dengan memberikan alasan bahwa 'belum siap'.
Sahabat, bantu kami dalam doa
dan dukungan agar satu hari kelak, mimpi kami terwujud. Entah besok, entah
tahun depan, entah 2 tahun lagi atau 10 tahun lagi, tapi yang pasti kami, bunda dan balqiz, akan terus melangkah
dan berusaha keras mencapainya. Amin. Terimakasih