Senin, 16 Maret 2015

pembelajaran bab lift dan eskalator untuk abk tunet



Buat sebagian anak, lift, escalator/ tangga berjalan merupakan sesuatu yang menakutkan. Melihatnya berjalan dan tidak jarang bunyinya yang berderit seringkali membuat ngilu pendengaran.

Terutama lagi pada anak-anak dengan gangguan penglihatan, baik itu low vision maupun tunanetra. Seolah-olah terbang terangkat tanpa mengetahui apa yang sedang dinaiki.

Kemudian pada sebagian besar anak dengan gangguan penglihatan memiliki indera pendengaran sehingga bunyi yang samar pun bisa mereka dengar termasuk disana bunyi derit escalator/ lift yang mungkin buat kita tidak terdengar. Bunyi derit tersebut seringkali membuat ngilu pendengaran mereka.

Kondisi kondisi tersebut seringkali berbuntut tantrumnya anak saat harus menaiki lift/ escalator. Ditambah minimnya informasi yang sampai kepada mereka dari orangtuanya mengenai lingkungan yang ada di sekitar.

Seorang sahabat bertanya, kok bisa sih acis anteng banget naik escalator dan malah kalo ke mall yang dicari lift.

Bukan hal yang mudah namun bukan hal yang sulit juga dilakukan. Dikatakan Bukan hal yang mudah disini, karena prolognya proses pembelajaran, proses konsepnya cukup panjang dan memakan waktu yang cukup lama, kenapa cukup lama disini karena menyangkut pembiasaan dari orangtuanya serta konsistensi atas sebuah konsep. Namun ternyata saat dilakukan juga tidak sesulit yang dibayangkan.

Mulai kapan pembelajarannya bund? Sejak bayi,… lhaaaa kok sejak bayi? Emang bayi udah bisa melangkah sendiri naik ke escalator atau lift? Hehehehehe…. Nyecokin konsepnya yang sudah aku lakukan sejak bayi.

Bayi/ anak, ibarat spon yang menyerap segala informasi yang diterima melalui berbagai panca inderanya. Dan disaat yang tepat akan dikeluarkan kepandaiannya dalam mengolah menyerap berbagai informasi tersebut.

Belajar bersama balqiz yang memiliki gangguan penglihatan, tertanam dalam benakku bahwa yakin bahwa indera yang lain akan lebih ditajamkan untuk menggantikan fungsi indera penglihatannya. Namun seiring berjalan waktu juga, akhirnya aku belajar, bahwa aku punya tugas untuk mengasah/ menstimulasi indera lainnya agar semakin tajam apa yang sudah tajam tadi. Buat aku, tajam alami saja belum cukup, aku harus mengasahnya, harus menstimulasinya lagi.

Kembali ke topik semula urusan lift dan escalator. Fasilitas lift dan escalator saat ini pasti dengan mudah bisa kita jumpai di berbagai mall sekitar kita.

Sebelum bepergian bunda sudah nyekokin macam-macam informasi kepada balqiz (ini sudah bunda lakukan sejak balqiz bayi). Mau kemana kita, dengan siapa saja pergi, pakai apa kita pergi, mau ngapain kita disana, kenapa harus ke sana, apa saja yang mungkin ada disana, berapa lama perjalanan menuju ke sana, kondisi dijalanan nanti bagaimana, berapa lama kita berada di mall, dan sebagainya.

Tidak cukup hanya itu, saat berbagai pergerakan bersama balqiz pun sebisa mungkin disampaikan.

Contoh dibawah ini, adegan/ obrolan setelah sampai di depan mall, balqiz masih bayi dan berada dalam gendongan.

‘dek… kita sudah sampai di mall ya. Adek sama ibu turun di lobby, ayah dan kakak lanjut parkir mobil dulu nanti kita ketemu lagi di dalam mall ya dek’
‘dek, kita masuk ke mall ya… kita lewati pintu otomatis dek, jadi pintunya ada monitor sensornya, kalo ada yang bergerak di depan pintu, pintunya akan otomatis terbuka’*

Note : * di sesi lain, ada pembelajaran tersendiri mengenai pintu otomatis ini

‘dek, mall nya bertingkat, ada 5 lantai ya. Seperti rumah kita, tapi kalau rumah kita hanya dua lantai saja jadi cukup pakai tangga. Nah kalo pakai tangga kan capek dek,… kita naik escalator ya. Escalator itu tangga berjalan. Jadi kita naik ke anak tangganya, dan saat melangkah naik tangga dengan menggunakan kaki kanan ya….. hayoooo yang mana kaki kanan adek,… nah ini dia kaki kanan adek (sambil dipegang kaki kanannya untuk menunjukkan mana kaki kanannya). Oyaaa dek, ini tangganya akan berjalan sendiri dibantu dengan mesin, nyampe deh kita ke lantai atasnya. Nah, ini ibu melangkah naik ya dek,… trus ini pegangan tangganya,… hehehehe bergerak ya dek (sembari tangan balqiz dipegangkan ke sisi pegangan tangga dan bisa merasakan pergerakan escalator). Dek,… ibu sekarang hati hati nih bentar lagi kita sampai di lantai atas, naahh ini kaki ibu sudah melangkah lagi di lantai atas, kita melangkah juga dengan kaki kanan, dan tandanya kalau kita sudah hampir sampai, pegangan tangganya mendatar ya dek, sudah tidak bergerak ke atas lagi. Kita sudah naik escalator. Whuaaa hebat ya adek balqiz sudah bisa naik eskalator’

--

‘dek,… kita sekarang naik lift ya. Ini ada tombol untuk memilih mau naik ke atas atau ke bawah. Yuk adek yang tekan tombolnya ya (mengarahkan jemari acis untuk menekan tombol, kita pilih yang atas, karena kita mau naik. Whuaa dek, tombolnya ada huruf braillenya lho… bacaannya ‘up’ artinya naik. Nah kita tunggu dulu ya sebentar’
‘dek, lift nya sudah datang, pintunya sudah terbuka, yuk kita masuk ke dalam lift. Nanti kita tekan tombol  angka 3 ya, kita mau naik ke lantai 3, adek bantu tekan tombol ya. Hmmmm berasa kan ya dek kita naik… senang ya dek. Ahaaa bentar lagi kita sampai, nah pintunya sudah terbuka,…. Whuaaa adek acis hebat sudah bisa naik lift.

Obrolan, dan informasi tersebut rutin bunda lakukan berulang-ulang. Membuat dalam suasana menyenangkan. Dan aku adalah tipikal orang yang masa bodoh dan cuek dengan apa yang ada dalam pikiran orang/ pandangan orang terhadap apa yang sedang kami. toh gak kenal juga, ngapain dijadikan beban. Sudah jadi tontonan gratis buat mereka apa yang bunda lakukan kepada acis. Cuek saja!!

Sehingga disaat balqiz sudah ‘mengerti’ atas lingkungannya, sudah mulai besar usianya, berbagai konsep yang sambil lalu itu sudah melekat pada dirinya, dan tidak sulit lagi saat dia harus melakukannya sendiri.

Di saat balqiz sudah mulai lancar berjalan, sudah sulit digendong dan sudah tidak tertarik lagi untuk duduk di strollernya, konsep saat naik lift/ escalator sudah matang, tinggal mengajarinnya untuk bagaimana melangkahkan kakinya saat naik dan turun escalator, juga saat bagaimana di lift.

Hehehehe… peer lagi kaaann.. dan hal ini juga demikian, tidak mudah dilakukan tapi tidak sesulit yang dibayangkan juga.

Poin yang penting dalam pembelajaran ini, adalah kaki mana untuk melangkah, posisi tangan pada pegangan tangan escalator, tanda yang harus diperhatikan saat harus melangkah.

Jelang naik escalator, bunda selalu bilang, ‘dek escalator, sebelah kanan’ artinya kita mau melangkah naik escalator dan pegangan tangan ada di sebelah kanannya. Jadi saat itu balqiz harus segera melangkahkah kaki kanannya dan berbarengan meletakkan tangan kanannya di pegangan escalator, kita sebagai pendamping dan sebagai orang yang ‘awas’ tentu akan bisa dengan mudah dan cepat menyesuaikan diri. Yang penting saat naik escalator, aku hanya perlu mengawasi balqiz, sementara ayah mengawasi kk alifah di belakang kami. naaahhh gimana kalo harus pergi bertiga saja? Perlu konsentrasi tinggi dan minimal keribetan atas bawaan di tangan, artinya pakai tas ransel atau tas selempang sehingga kedua tangan kita terbebas untuk menggandeng dua anak balita. Perlu juga jadi perhatian penggunaan sepatu/ alas kaki untuk anak-anak. Aku lebih suka memakaikan mereka sepatu kets agar mudah bergerak dan tidak terjadi selip yang biasa seringkali terjadi pada alas kaki dari plastik.

Untuk naik lift saat balqiz sudah mengerti, arahkan dia untuk mencoba mencari dan menekan tombol lift, kemudian buat suasana menyenangkan, dan saat memasuki lift jika tidak ramai, aku beri kesempatan balqiz untuk menekan tombol lantai yang menjadi tujuan, terlebih lagi apabila tombolnya sudah dilengkapi huruf Braille, dia akan senang sekali mencari sendiri lantai tujuan.

Laaaannntassss gimana dong bund, kalo belum sempat ditanamkan konsep sewaktu bayi/ kecil, anaknya dah gede nih, dan ortunya baru juga mulai belajar, anaknya tantrum terus kalo mau naik lift, jadi perhatian orang semoll, ngamuk, nangis, jejeritan…. Bikin frustasi ortunya nih,…. Niat mau seneng seneng jadi bĂȘte dan ujung ujungnya besok besok jadi males mau pergi pergi karena sudah terbayang keribetan dan tantrumnya.

Hehehehehe…. Jangan dong yaaa…. Jangan sampai bikin malas pergi, karena kapan anak bisa berkembang, bisa belajar, jika tidak berproses? Demikian juga orangtuanya.
Truuusss sebenarnyaaaa saat anak tantrum di depan umum, yang ujian sebenarnya bukan anaknya. Tapi orangtuanya.

Satu hal yang harus disepakati oleh suami-istri dengan anak gangguan penglihatan saat bepergian adalah, satu visi, satu hati. Niatkan pergi untuk santai, untuk proses belajar. Apapun kondisinya, apapun tantrumnya anak, jangan dijadikan sumber kebete-an, jangan dijadikan sumber emosi, jangan dijadikan sumber ketakutan.

Belum keluar rumah sudah pusing mikirin gimana nanti kalo tantrum. Hehehehehe,… mendingan mikir, kalo nanti anak tantrum, plan a gagal, plan b jalan. Dan seperti di awal bunda sampaikan. Yuk belajar memberikan informasi sebanyak banyaknya kepada anak. Diawal sudah disampaikan kira kira apa saja yang harus diinformasikan.

Kemudian, coba buat simulasi naik escalator dengan menggunakan tangga dirumah. Jadi pura-pura mau jalan jalan ke mall dan mau naik escalator.

Daaannn bermain masuk ke dalam lemari baju untuk berpura-pura naik lift…. Hehehehe ini permainan yang balqiz banget,.. sampai sekarang dia suka pretending naik lift dengan masuk ke lemari baju.

Cara lain juga menggunakan simulasi permainan saat jelang tidur. Saat jelang tidur, bunda sering bercerita dan kita berpura-pura, hari ini kita bisa berpura pura sedang berada dipantai, besok malam kita berada di gunung,… buat sebuah cerita dengan suasana menyenangkan, konteks bermain, letakkan telapak tangan anak diatas telapak tangan kita dan gunakan sebagai alat bantu saat memperagakan gerakan escalator, gerakan naik turun lift.

intinya, buat suasana santai, jaga suasana hati kita sebagai orangtua dalam kondisi santai dan menyenangkan.

anak anak kita dengan cepat akan bisa merasakan suasanya tidak nyaman jika suasana hati orangtua juga tidak nyaman.

Yuuuukkkk dicobaaa

#semogabisamenjadiberkahbuatsemua
#belajar