Senin, 08 Juli 2013

wartawan .. ooo wartawan



Kesempatan bunda untuk berbagi pengalaman dalam mengasuh Balqiz, serta aktif dalam beberapa komunitas disabilitas membuat beberapa kali bunda berinteraksi dengan wartawan. Baik media cetak maupun media televise, juga media radio, dan media internet. Hubungan baik serta kerjasama terjalin dengan menyenangkan.

Namun, pengalaman beberapa hari lalu, Kamis 4 Juli 2013, adalah sebuah pengalaman terburuk dalam berinteraksi dengan ‘wartawan’.

Setiap bulannya bunda dan balqiz mempunyai agenda untuk berwisata bareng “Jakarta Barrier Free Tourism - JBFT” yang dimotori oleh Teteh Cucu Saidah, Uda Faisal Rusdi, Mas Ridwan Soemantri, dan Om Jaka. Hingga bulan Juli 2013 sudah 16 edisi agenda wisata kami. Kilas cerita tentang JBFT adalah, ide awal yang dimiliki oleh ke-empat sahabat bunda mencuat melihat keprihatian tentang banyak hal sehubungan dengan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas di negeri tercinta ini. Kami, para penyandang disabilitas, adalah bagian dari masyarakat, kami ada, kami nyata. Dan kami juga ingin bisa turut menikmati berbagai moda transportasi umum, berkunjung berwisata, dan berinteraksi dengan masyarakat. Selama proses berinteraksi inilah banyak hal yang bisa saling dipelajar dan dievaluasi. Bukan hanya bagi pemerintah, namun bagi masyarakat serta bagi para penyandang disabilitas serta keluarganya.

Maret 2012 adalah kegiatan JBFT pertama, kita berkumpul di Emperium Park, kemudian kita mencoba menaiki moda angkungat TransJakarta (TJ) menuju ke Monas. Hingga bulan Juli 2013 ini, sudah 16 edisi perjalanan. Sudah cukup banyak tempat yang kita kunjungi. Mulai dari Monas, Ragunan, Ancol, Museum Gajah, TMII, Mesjid Istiqlal, Bandung, dll.

Agak berbeda dengan JBFT biasanya yang diadakan di hari libur akhir pekan, JBFT #16 di bulan Juli 2013 ini, diselenggarakan di hari kerja, Kamis 4 Juli 2013. Yang membedakannya adalah bahwa JBFT mengajak bapak Gubernur DKI Jakarta, Pak Joko Widodo atau nama bekennya adalah Pak Jokowi, untuk bergabung bersama kami dan melihat secara langsung bagaimana dan apa yang harus dilengkapi dalam berbagai hal yang ada  fasilitas umum guna memudahkan para penyandang disabilitas.



Pukul 08.00 wib, kami semua sudah berkumpul di dekat Halte Balaikota, sesuai dengan koordinasi staff Gubernur. Person in charge dalam acara ini adalah Teteh Cucu Saidah. Beliau memberikan briefing banyak hal kepada kami semua, juga kepada para teman-teman media yang meliput.



Kehadiran teman-teman media ini tidak bisa dihindari. Segala sesuatunya tampak aman dan terkendali. Hingga sesaat jelang kehadiran Pak Jokowi yang disampaikan oleh salah satu ajudan beliau. Kami sudah siap dan berkumpul, Balqiz juga sempat memimpin doa agar perjalanan lancar dan dimudahkan.



Pak Jokowi yang sangat-sangat low-profile hadir di tengah-tengah kami, sosok beliau yang selama ini hanya bisa disaksikan lewat media, hadir nyata di depan kami. Balqiz memberi salam dan dibalas dengan sapaan ramah. Demikian juga teman-teman penyandang disabilitas lainnya disapa beliau dan sempat mengobrol dengan nyaman.




Namuunnn…. Kondisi menjadi chaos bin crowded saat mulai bergerak menuju ke dalam halte TJ dan antri membayar tiket serta menunggu datangnya TJ. Arus berdesakan dari teman-teman media lari sana sini mulai terjadi. Kesulitan bergerak mulai dialami oleh teman-teman pengguna kursi roda dan tunanetra.



Hingga saatnya bis TJ sampai di halte, entah gimana caranya kok tiba-tiba saja di dalam bis sudah penuh dengan teman-teman media, aka wartawan. Sehingga sangat menyulitkan dari teman-teman pendis yang akan bergerak masuk. Bahkan terlihat teh cucu juga kesulitan untuk menjelaskan kepada Pak Jokowi apa-apa saja yang seharusnya dilakukan dan apa-apa saja yang seharusnya difasilitasi.

Dengan susah payah bunda dan Balqiz akhirnya bisa masuk ke dalam badan bis dan duduk didalamnya.

Takjub, heran, dan merasa kuatir melihat laku para wartawan tersebut. Situasi kembali crowded sesampai di halte Senen. Wartawan berlarian, bahkan nekad loncat pagar, sikut sana dorong sini, demi bisa menjangkau Pak Jokowi, bahkan bunda merasa kok mereka gak peduli dengan kami para pendis, yang menjadi focus adalah Jokowi, Jokowi, dan Jokowi.


Balqiz sempat digandeng oleh Pak Jokowi dan saat digandeng itu, Balqiz bertanya ‘Ini tangan siapa?’ karena dia tahu bukan tangan bundanya yang menggandengnya. Dijawab oleh Pak Jokowi sambil tertawa “Ini tangan saya” dan baik Balqiz maupun Pak Jokowi tertawa bersama.

Dan tidak lama kejadiannya sangat cepat,… bunda dan Balqiz terdorong,.. dan karena sempitnya ruangan membuat rombongan terhenti. Disitulah nyaris sebuah ‘duel maut’ terjadi. Tiba-tiba mendesak dari arah belakang bunda seorang wartawan, dan karena stuck tidak bisa maju, dia berniat melonjat pagar pembatas halte, saat akan meloncat itulah kakinya nyaris menendang kepala Balqiz. Whuaaaaaaaaaaaaa ngajak perang itusih namanya. Emake langsung bertanduk dan berteriak marah. Saking marahnya mpe lupa teriak apa, yang jelas emake siap perang, siap duel maut. Bersyukur thu wartawan diselamatkan oleh ‘tantrum’-nya balqiz, sehingga perhatian bunda kembali ke balqiz, dan lepaslah si mas-mas entah dari media mana itu dari amukan bunda.

Menarik balqiz ke arah pinggir, dan menenangkannya. Dari kejauhan sambil memeluk Balqiz,  melihat kerumuman para wartawan membuat bunda kembali berpikir.

Ya selama ini yang berinteraksi dengan bunda adalah tipe wartawan ‘cerita’. Jadi mereka meliput cerita, berinteraksi dengan narasumber dengan cara yang ‘smooth’. Dan baru kali ini melihat sendiri bagaimana tipe wartawan ‘berita’ beraksi. Tuntutan akan aktualitas berita, sudut pengambilan gambar, menjangkau posisi terdekat narsum menjadi target mereka, mengabaikan segala hal, termasuk orang disekitar narasumber menjadikan mereka terlihat ‘garang bin sangar’

wartawan… ooo wartawan, catatan tentang JBFT#16


catatan :
-          Foto diperoleh dari album foto FB JBFT#16

2 komentar:

Dimas Muharam mengatakan...

ya ampun bunda. #barutahu banget ini. mereka itu tipe2 wartawan jalanan, yang baru dapat bayaran kalo dapat berita yang bagus, jadi memang agak ganas cari berita. namun seyogyanya tidak seperti itu juga sikapnya. jelas jika pemberitaan di media ketika mengangkat soal2 disabilitas tak pernah bisa menyentuh esensi yang sebetulnya. kadang asal njeplak sesuai apa yangmereka pahami tanpa empati. ini kan acara untuk edukasi, dan wartawan seharusnya yang paham duluan untuk kemudian menyampaikan ke masyarakat. Jika wartawannya aja ga punya empati, bagaimana pembacanya?

Unknown mengatakan...

halo bunda balqis, saya dapat info mengenai bunda dari dr. rini purwanti di rs. masmitra pondokgede (saya tinggal di AL). salam kenal, bunda. anak saya, sakha, jg mengalami retinopati, dari rubela yg menginfeksi saya ketika trimester kehamilan. selain retinopati, sakha jg ada gangguan pendengaran yang sudah termasuk kategori sangat berat. ingin sekali kenal lebih dekat dengan bunda. kalau bunda berkenan, boleh email saya ke sita_wae@yahoo.co.uk atau facebook saya di akun my sita? terima kasih banyak bunda...