Kamis, 20 Desember 2012

Mimpi inklusi bersekolah



Alhamdulillah Balqiz sudah menjalani satu semester di kelas 1 sd SLB A Negeri Pembina – Lebak Bulus. sampai sejauh ini bersyukur sekali Balqiz masih bisa mengikuti semua pelajaran dengan baik serta hasil yang memuaskan.

Jika membandingkan dengan materi yang dipelajari oleh Alifah,  masih berimbang. Karena mereka berdua menggunakan kurikulum yang sama sehingga cukup mudah buat panduan kesetaraan materi. 



Dari sisi kemampuan, bunda tidak mau membandingkan satu sama lainnya, karena mereka masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda dalam menerima pelajaran serta memiliki ketertarikan sendiri dalam bidang yang disukai, masing-masing punya talenta yang unik.


Satu mimpi yang masih harus dirintis, dipersiapkan dengan matang, serta perlu kerja keras untuk bisa mewujudkan maupun saat menjalaninya kelak. Yakni mimpi inklusi bersekolah.

Banyak yang menyarankan agar sesegera mungkin Balqiz berinklusi sekolah. Bahkan begitu tahu bahwa Balqiz melanjutkan pendidikan dasarnya di SLB setelah lulus TK Pelayanan Dini di Rawinala banyak pihak yang menyayangkan. Kok SLB sih!!! 
 
Ya gak ada yang salah kok dengan SLB. Justru jika memanfaatkan waktu serta benar-benar ‘menimba’ ilmu bagi bunda *penilaian sepihak* justru akan menjadikan dasar yang kuat bagi anak untuk melanjutkan berinklusi sekolah. Tapiiiii memang harus diwaspadai memang dan sudah banyak kasus  terjadi memang berada di SLB akan menjadikan ‘comfort zone’ baik bagi si anak maupun orangtua.

Buat bunda *harapan bunda*, SLB adalah sebuah batu loncatan untuk mempersiapkan diri Balqiz menjalani inklusi bersekolah kelak. Kalau ada yang mengkuatirkan kelamaan berada di ‘comfort zone’,… jiaaaaaaaaaaa kalo mau ngbelain ‘comfort zone’ ngapain bunda bersusah susah mempersiapkan Balqiz serta memindahkannya dari Rawinala.

Inklusi bersekolah masih tetap menjadi mimpi bunda bagi Balqiz. Dan sedang bekerja keras mempersiapkan serta menjalin banyak relasi serta peluang untuk mewujudkannya. Besar harapan bunda tidak terlalu lama menunggu kesempatan tersebut.

Apa aja sih persiapannya? Yang penting kan lancar baca tulis hitung. Ya!! Itu sudah syarat utama yang mutlak harus dipenuhi. Alhamdulillah, Balqiz sudah memiliki kemampuan dasar lancar baca tulis hitung dalam Braille.
Dari sisi materi belajar, hingga saat ini Balqiz masih bisa mengikuti dan mampu untuk mengambil ‘telaah’ dari pelajaran.

So,………… apalagi!! Udah dong gak ada hambatan lain kalo gitu ^_*. Jika yang menilai para praktisi pendidikan, praktisi inklusi, yang belum mengenal hari-hari Balqiz pasti begitu komentarnya.

Tapi masih ada hal lain yang harus dipersiapkan dengan matang, dan buat bunda itu merupakan syarat utama malahan. Yaitu persiapan mental Balqiz. Buat bunda itu yang gak bisa ‘main-main’ dalam mempersiapkannya. Karena tidak hanya dia bisa dan supel bersosialisasi berinteraksi dengan teman, guru, dan orang-orang sekitar. Namun juga ketangguhannya dalam menghadapi berbagai reaksi, kondisi tiba-tiba, perlakuan terhadap dirinya, kemampuan memecahkan masalah, dan situasi sejenis.

Bunda menilai, untuk saat ini Balqiz masih belum siap! 

Ya, kalau untuk berinteraksi dengan orang baru/ lingkungan baru, Balqiz sudah mempunyai kemampuan bahkan dia seringkali yang mempunyai inisiatif untuk menyapa duluan, memperkenalkan dirinya duluan. Namun yang masih harus diasah pada diri Balqiz juga masih cukup banyak.

Contoh kecil saja, Balqiz masih sensitif dengan suara keras yang keluar dari pelantang suara. Hal tersebut bisa tiba-tiba menciutkan nyalinya dan memicu kondisi tantrum jika ‘salah’ mengantisipasinya. 

Bunda tidak mau ‘asal’ nyemplungin Balqiz berinklusi sekolah tanpa persiapan yang baik dan matang. Agar jikalau terjadi kendala,… kendala itu bukanlah hal yang besar.

Tapiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii kembali harus diingat ya. Ini adalah kasus pada Balqiz. Jadi bagi teman-teman orangtua ABK lainnya, yang sudah yakin akan kemampuan diri anak, janganlah tulisan ini kemudian menjadi ‘batu sandungan’ untuk meneruskan langkah meng-inklusi-kan anaknya dalam waktu dekat.

Kemudian, idealnya inklusi bersekolah adalah sekolah yang dekat dari tempat tinggal. Dan hingga saat ini bunda belum menemukannya. Sekolah Dasar inklusi terdekat dari kediaman bunda adalah SDN 24 Kramat Jati. Itupun bagi bunda masih terhitung ‘jauh’ dari rumah. 

Sehingga saat ini bunda masih menjajaki dan bergerilya di sekolah-sekolah di seputaran Pondok Gede yang mungkin bisa menerima siswa inklusi. Salah satu sasaran gerilya bunda, adalah tempat dimana Alifah bersekolah.

Memang belum secara formal dijajaki. Bunda baru mengajak Balqiz bersosialisasi. Reaksi yang diperoleh macam-macam. Dari guru kelas Alifah Alhamdulillah ‘tidak’ belum ada penolakan. Bisa berkomunikasi dengan baik, penerimaan yang baik atas kehadiran Balqiz di kelas. 

Dari teman-teman sekelas Alifah, bermacam-macam reaksi yang timbul. Ada yang langsung mau menyapa dan bisa ngobrol langsung dengan Balqiz. Ada yang hanya memandang dari jauh. Ada yang membuntutin kemana Balqiz melangkah tanpa berkata-kata, ada yang menggodanya, ada yang terang-terangan hingga menundukkan kepalanya agar bisa dengan jelas menatap mata Balqiz dan meyakinkan dirinya bahwa memang Balqiz tunanetra. Ada juga yang langsung lari menghindar dan ada yang hanya menampilkan raut wajah serta tatapan mata yang berbicara banyak.



Nah… reaksi-reaksi tersebut merupakan sebuah uji mental!!! Baik uji mental bagi Balqiz dan juga uji mental bagi bunda. Tekanan efek uji mental tersebut harus diakui, lebih besar pada uji mental bunda. Dan baik bunda maupun Balqiz tidak akan bisa mencegah adanya berbagai reaksi tersebut. Yang bisa dilakukan adalah ‘belajar mengantisipasi’ reaksi reaksi tersebut.

Bagaimana belajarnya? Ya otomatis harus sering-sering ‘meninjau’ ke lapangan sebelum benar-benar terjun.
Untuk mencapainya, bunda juga harus bekerja sama dengan banyak pihak. Mulai dari sekolah asal, sekolah tujuan, LSM pendukung, GPK, komite sekolah, dan lain-lain. Jalinan kerja sama tersebut bukan hal yang mudah dijalani jika persiapan intern bunda masih belum siap. Tapi bukan berarti memanjakan diri berlama-lama berada di 'comfort zone' dengan memberikan alasan bahwa 'belum siap'.

Sahabat, bantu kami dalam doa dan dukungan agar satu hari kelak, mimpi kami terwujud. Entah besok, entah tahun depan, entah 2 tahun lagi atau 10 tahun lagi, tapi yang pasti kami, bunda dan balqiz, akan terus melangkah dan berusaha keras mencapainya. Amin. Terimakasih