Jumat, 21 Januari 2011

tongkat

Hari ini pertama kali Balqiz menggunakan tongkatnya di area publik. Hari ini aku dan Balqiz harus pulang sekolah dengan menggunakan angkutan umum. Sebenarnya tidak menjadi masalah, toh bepergian bersama Balqiz dengan menggunakan angkutan umum sudah seringkali kami lakukan bersama. Yang membedakan adalah penggunaan tongkat seakan memberikan pengumuman ke publik bahwa dia adalah seorang tunanetra secara gamblang.


Selama ini Balqiz memakai tongkatnya baru di sekitar sekolah dan sekitar rumah saja. Dan baru beberapa bulan terakhir ini Balqiz mempunyai kemampuan untuk menggunakan tongkat sebagai alat bantu jalannya.


Sebelum naik mobil angkutan umum, kami harus naik ojeg terlebih dahulu untuk mencapai jalan raya yang terlewati jalur angkutan. Balqiz yang sudah bisa menikmati, senang senang saja dan sambil bernyanyi riang gembira.

Tiba saatnya harus menyebrang jalan, ternyata dengan melihat adanya tongkat memudahkan kami untuk menyeberang. Mobil dan motor yang melintas dengan senang hati memberikan jalan untuk kami melintas.


Namun tak urung pandangan mata tertuju langsung pada kami. Demikian juga saat di dalam mobil angkutan. Segenap mata menatap kami yang duduk. Balqiz yang tidak merasa bahwa banyaknya tatapan mata yang tertuju tetap merasa tenang dan senang saja. Buatnya bepergian dengan kendaraan umum merupakan pengalaman yang menyenangkan. Tidak lama dari bibir mungilnya sudah keluar alunan lagu yang dinyanyikan.


Ya, jika hatinya sedang senang, dalam kondisi tenang, balqiz selalu bersenandung, bernyanyi atau mengoceh macam macam.

Tatapan mata dari banyak orang selalu harus aku hadapi jika berada ditempat umum. Tatapan mata yang mengandung banyak arti. Mulai dari rasa penasaran, senang, kagum, heran, takjub, hingga kasihan. Bahkan terkadang tatapan mata yang sinis karena merasa terganggu.


Reaksi dari mereka pun beragam, mulai dari pujian

suaranya bagus ya!’

‘waaa pintar nyanyi’

‘lucu’

‘siapa namanya? Pintar nyanyi ya’

‘pulang sekolah ya?’


Hingga reaksi merendahkan

‘kasian.. cantik padahal ya’

‘anaknya buta ya bu?’


Lagi lagi mentalku diuji. Terlihat tersenyum, terlihat cuek, terlihat biasa biasa saja, tapi tetap saja hati ini menangis. Walau tetap sadar bahwa menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Sedangkan masalahnya adalah kuat tidaknya mental ini.


Satu hari kelak, balqiz akan melangkah sendirian diluar sana hanya ditemani tongkatnya. Tidak ada aku disisinya. Peerku adalah membuat mentalnya kuat. Sebelum membuat mentalnya kuat, yang pertama dikuatkan adalah mentalku sendiri!