Senin, 13 Desember 2010

haruskah selalu bersedih?

ket foto kika; oma bagus, wuri, prima, rini


sebuah pertanyaan dari seorang wartawan hari ini cukup membuatku berpikir.

'benar ini semua adalah orangtua dari anak anak penyandang cacat?'

hingga dua kali pertanyaan tersebut dilontarkan seakan untuk meyakinkan dirinya yang tengah tidak percaya bahwa kami adalah para orangtua dari anak anak berkebutuhan khusus (ABK).

hari ini, Senin 13 Desember 2010, YPD Rawinala beserta Komite Sekolah Rawinala dan Balita Tunanetra mengadakan aksi simpatik di Bundaran HI dalam rangka memperingati HIPENCA (Hari Internasional Penyandang Cacat).

berbagai persiapan sudah dilakukan demi kelancaran acara ini. termasuk perijinan, spanduk spanduk, acara yang akan ditampilkan, brosur dan souvenir yang akan dibagikan, termasuk siapa saja peserta yang akan mengikuti acara ini.

bunda sendiri merasa seru dan asyik menjalaninya, apalagi seumur umur tinggal di Jakarta juga belum pernah menginjakkan kaki di Bundaran HI yang merupakan salah satu ikon Jakarta. whuaaaaa udah terbayang aja bakalan seru.

Alhamdulillah berangkat sesuai dengan rencana, dan armada transportasi juga memadai. tiba di sisi Bundaran HI pukul 09.00 wib, setelah melapor pada pimpinan polisi yang bertugas, kami briefing dan segera menyeberang ke Bundaran HI. persiapan ini itu dan mulailah kita semua beraksi.

anak-anak memainkan musik gamelan dan angklung memainkan lagu lagu campursari, secara bergantian orasi juga dibawakan dari pihak YPD Rawinala, Komite Sekolah dan Balita Tunanetra. dan para orangtua membagikan souvenir beserta brosur kepada para pengendara saat lampu merah menyala.

taknyana ada beberapa wartawan yang meliput, walau gak jelas juga mereka dari media mana saja. yang terlihat dengan jelas hanyalah logo dari TVRI dan SCTV. beberapa dari kami diwawancarai. dan terlontarlah pertanyaan diatas tadi.

apakah benar kami adalah para orangtua dari ABK??

sebuah pertanyaan yang sangat mengusik hati bunda. sejurus bunda menelaah apa yang terjadi hari ini sehingga pertanyaan tersebut terlontar. kalau boleh 'geer' mungkin inilah dasar dari pertanyaan tersebut!

1. ABK yang dengan mahirnya memainkan alat alat musik yang cukup sulit (gamelan)

2. senyum ceria dan semangat yang terlihat dari raut semua para orangtua yang mengikuti acara

mungkin sudah banyak memang liputan liputan mengenai berbagai kegiatan dari ABK jadi mungkin sudah tidak terlalu asing lagi. namun rasanya belum banyak yang meliput bagaimana sisi orangtua dari ABK. mungkin yang ada dalam benak masyarakat awam bahwa mempunyai ABK identik dengan kesedihan, nelongso, kegundahan, putus asa. sementara yang terlihat dari para orangtua yang hadir tadi pagi, sama sekali tidak menggambarkan hal tersebut. bahkan jauh sekali dari kesan tersebut.

senyum bahkan tawa ceria, semangat, dan optimisme yang terlihat, tak lupa juga kenarsisan dari mereka *heheheh.. gak mereka ding! kalo itu mah keiknya bunda* yang tak lepas dari jepretan kamera ^_*

tersirat dalam raut wajah para orangtua adalah keyakinan bahwa anak anak kami juga bisa berprestasi, juga bisa mempunyai berbagai kemampuan dan kemahiran, mempunyai masa depan yang baik juga. kami semua berjuang untuk memberikan ruang bagi anak anak berkebutuhan khusus bahwa mereka ada dan mereka bisa!!


ya!!

mempunyai ABK bukan akhir dunia,

mempunyai ABK bukan akhir segalanya,

tapi

mempunyai ABK adalah semangat!!!


Senin, 06 Desember 2010

white cane

salah satu identitas seorang tunanetra adalah penggunaan white cane atau tongkat putih. kenapa dinamakan white cane? hal ini untuk membedakan dengan tongkat lainnya. penandanya adalah adanya strip warna merah di ruas white cane. dimana strip warna merah ini juga bisa terlihat 'menyala' saat berada dikegelapan.

jenis macam white cane ada dua, ada yang lurus dan ada yang bisa dilipat. yang lurus agak kaku dan membutuhkan ruang untuk penyimpanannya. sedangkan yang model lipat (ada yang lipat 3 ada yang lipat 4) lebih ringan dan mudah disimpan karena ruas ruasnya bisa dilipat dan dimasukkan ke dalam tas atau kantung.

pertama kali bunda melihat white cane untuk anak-anak adalah saat bunda mengikuti kongres orangtua penyandang tunanetra di Philippina 2 tahun yang lalu. saat kembali ke jakarta mencoba mencari.... ada memang tetapi menurut berbagai sumber, tongkat tersebut sebenarnya adalah tongkat bagi orang dewasa yang dipotong disesuaikan dengan tinggi badan anak. waks.. ternyata tidak mudah ya...

akhirnya bunda masih menyimpan keinginan agar bisa segera memberikan tongkat bagi balqiz. terlebih saat itu kemampuan OM balqiz juga masih terbatas dan masih harus diasah terus.

tetapi bukan berarti ini kepala berhenti memikirkan alat bantu apa yang bisa pas digunakan balqiz untuk membantunya dalam berjalan. beberapa kali mencoba juga tetapi tetap belum pas. dalam hati bunda masih penasaran dengan white cane yang sebenarnya.

dan!! akhirnya bunda nemu juga tempat dimana bunda bisa memesan white cane sesuai dengan ukuran badan balqiz. dan Alhamdulillah harganya juga masih terjangkau. tidak pikir lama lama segera saja bunda pesan. surprisenya lagi... begitu bunda konfirmasi sudah melakukan pembayaran, segera saat itu juga dikonfirmasikan bahwa tongkat untuk balqiz segera dikerjakan. esok harinya dapat konfirmasi kembali ternyata sudah selesai dan dalam proses pengiriman. Alhamdulillah,..

Dan... sore tadi kiriman tersebut sampai dirumah. whuaaaaa bisa dilihat reaksi balqiz senang sekali. langsung tongkatnya tidak lepas dari tangan..... sumringah banget wajahnya.

walau masih harus berlatih dan belajar cara penggunaan tongkat yang baik dan benar... bunda yakin kalau balqiz bisa!!! go balqiz go



Minggu, 15 Agustus 2010

shopping doctor's (belanja dokter)

tulisan ini sudah lama sebenarnya bunda buat, tetapi masih 'selalu' menjadi draft saja. serasa punya 'hutang' yang harus segera dituntaskan, dan bunda pun juga harus meng-edit kembali disana sini dan semoga tulisan ini membawa barokah buat kita semua. Amin.

shopping doctor's ~ belanja dokter
(mohon koreksi jika salah dalam penulisannya)

tahun ajaran baru telah dimulai, dan tahun ajaran ini cukup banyak siswa baru yang diterima di sekolah balqiz, baik yang di kelas Pelayanan Dini maupun di kelas Pendidikan Dasar. dan seperti biasa juga diadakan pertemuan rutin para orangtua baik siswa lama maupun baru. pertemuan di awal tahun ajaran ini kita isi dengan perkenalan para orangtua siswa baru.

selain penyampaian perkenalan dan diikuti dengan penuturan kondisi anak dan segala permasalahan yang dihadapi, ada satu yang menjadi kesimpulan bersama yakni "shopping doctor's"

dan rasanya berbagai cerita mengenai "shopping doctor's" ini selalu menghiasi penuturan para orangtua siswa baru tiap tahunnya.

fenomena ini pasti terjadi pada orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. begitu vonis dokter jatuh. tak urung berbagai keraguan terjadi dan memicu orangtua untuk segera melanjutkan berburu dokter selanjutnya. mencari opini kedua, kemudian dilanjutkan dengan berbagai macam rujukan kepada dokter ahli dan berbagai pemeriksaan, dilengkapi berbagai terapi yang disarankan. dan tidak ketinggalan pula, mencoba pengobatan alternatif.

bahkan pengobatan alternatif ini pun dilakoni dari satu tempat ke tempat lain. dari metode pengobatan yang "masuk akal", hingga yang menggunakan metode pengobatan 'tidak masuk akal' akan dilakukan juga oleh orangtua, semuanya adalah demi "kesembuhan" atau "mukjizat" untuk sang buah hati tercinta.

tidak ada yang salah dari hal ini. manusiawi sekali. wajar sekali. lumrah sekali. bahkan Allah SWT juga tidak mau kita hanya pasrah saja, selain doa harus juga disertai ikhtiar.

bunda sendiri pun pernah melakukannya. selain upaya operasi pada retina balqiz yang dilakukan sebanyak dua kali di singapore, bunda juga pernah mengupayakan pengobatan alternatif di sukabumi, kemudian menjalani beberapa terapi guna menunjang proses tumbuh kembangnya.

hanya saja yang perlu dicermati/ diwaspadai adalah setiap proses pada 'shopping doctor's' harus ada tahap evaluasi. sehingga kita bisa menilai apakah ada tidaknya perubahan/ kemajuan dari efek shopping doctor's tersebut atau justru kemunduran dari kondisi kesehatan anak kita. terutama lagi jika memang kondisi pada anak kita sudah berada pada 'end stage' atau kondisi final yang memang sudah tidak memungkinkan lagi dirubah. misalkan seperti kondisi mata balqiz yang terkena ROP. sebuah kondisi yang memang "pada saat ini" sudah tidak memungkinkan untuk dirubah atau dikoreksi.

utamanya lagi, berbagai upaya shopping doctor's ini jangan sampai melupakan aspek aspek kehidupan anak yang juga merupakan hak hak dari anak. seperti hak bermain, hak bersosialisasi dan hak untuk memperoleh pendidikan. jika bisa berjalan berdampingan kenapa tidak?

jadi, janganlah dikarenakan sibuk dengan berbagai macam terapi, pengobatan dan upaya ini itu, akhirnya membuat orangtua lupa bahwa anak berkebutuhan khusus pun juga memperoleh hak untuk bersekolah, memperoleh pendidikan. sejak dini.

pendidikan anak usia dini (PAUD) juga penting dan merupakan "hak" bagi anak anak berkebutuhan dini. bunda berpendapat semakin dini anak berkebutuhan khusus menerima pendidikan, semakin cepat pula 'delay' pada anak berkebutuhan khusus bisa diminimalkan.

jadi bunda berharap bagi para orangtua anak berkebutuhan khusus, jangan lah upaya shopping doctor's ini membuat para orantua akhirnya melupakan bahwa anak anak berkebutuhan khusus juga mempunyai banyak hak hak yang sama dengan anak anak lainnya.

bagi orangtuanya sendiri jangan juga dikarenakan terpaku kepada berbagai upaya pengobatan kepada sang buah hati, melupakan aspek kehidupan diri sendiri. bahwa ada saudara kandung sang buah hati yang juga harus diperhatikan, ada suami/ istri yang juga harus diperhatikan, ada lingkungan sosial juga yang berada disekitar kita, dan juga melupakan diri kita sendiri yang perlu juga diperhatikan dan membutuhkan aktifitas penyeimbang jiwa.

Semoga tulisan ini membawa barokah bagi kita semua. Amin. Insya Allah!


Kamis, 05 Agustus 2010

feeling guilty

rasa bersalah berkecamuk dalam benak bunda, telah 'mengabaikan' blog ini, rasa malas mengalahkan segalanya,...

maafkan bunda,..
Insya Allah bunda akan segera mengumpulkan semangat dan kembali menulis mengisi blog ini. semoga apa yang tertulis dalam blog ini membawa barokah buat semua,...

Amin.

Selasa, 13 Juli 2010

tanganku adalah mataku

song by rawinala's


tanganku adalah mataku
dan juga jadi telingaku

tanganku adalah mulutku
sayangi aku dengan lembut

wahai teman sayangi aku
ku ingin melihat dunia

beri aku kesempatan
perlakukan aku dengan kasih




note;
setiap menyanyikan atau mendengar lagu ini dibawakan, bunda selalu menangis. liriknya 'dalam' sekali maknanya.

Minggu, 06 Juni 2010

TINJAUAN PRAKTIS; PENYELENGGARAAN PAUD BAGI ABK DI LAPANGAN

oleh; Primaningrum A. Rustam, SKom
dibawakan pada Seminar PAUD bagi ABK, Park Hotel 27 Mei 2010


Mengutip dari Sambutan Bapak Dr. Damanhuri Rosadi, SKm selaku Ketua Harian Forum Pengembangan Anak Usia Dini Indonesia pada situs FPAUDI yakni;

“Pengembangan manusia yang utuh dimulai sejak anak dalam kandungan dan memasuki masa keemasan atau “golden ages” pada usia 0 - 6 tahun. Masa keemasan ini ditandai oleh berkembangannya jumlah dan fungsi sel-sel saraf otak anak. Fungsionalisasli sel-sel saraf tersebut akan berjalan dengan optimal manakala ada upaya sinerji.

Pada masa keemasan (’golden age’) seorang anak terjadi transformasi yang luar biasa pada otak dan fisik, tetapi sekaligus masa rapuh. Oleh karena itu masa keemasan ini sangat penting bagi perkembangan intelektual, emosi dan sosial anak dimasa datang dengan memperhatikan dan menghargai keunikan setiap anak. Apabila masa keemasan ini sudah terlewati maka tidak dapat tergantikan”


Serta mengutip dari Visi Misi PAUD pada situs PAUD DEPDIKNAS yakni;

Visi
Terwujudnya anak usia dini yang cerdas, sehat, ceria dan berakhlak mulia serta memiliki kesiapan baik fisik maupun mental dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Misi
Meningkatkan perluasan dan pemerataan akses layanan PAUD melalui penyelenggaraan PAUD yang mudah dan murah, tetapi bermutu.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif masyarakat dalam memberikan layanan PAUD.
Memberikan layanan yang prima (efektif, efisien, akuntabel, transparan) kepada masyarakat di bidang PAUD.

Perlu ditelaah kembali apakah, hal hal tersebut diatas juga menjadi hak dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)?

Seharusnya IYA!

Baik anak ‘normal’ maupun berkebutuhan khusus, mereka sama sama mengalami masa keemasan yang disebut ‘golden age’ dan mereka juga mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Sejak Dini!

Dalam masyarakat awam, saat ini seperti sudah terjadi ‘pakem’, bahwa usia sekian masuk playgroup, usia sekian masuk taman kanak kanak, usia sekian masuk sekolah dasar dan selanjutnya. Dan lembaga yang memfasilitasi bagi anak-anak ‘normal’ sangat banyak. Nah bagaimana dengan anak anak berkebutuhan khusus?

Dari persoalan informasinya yang masih sangat minim diperoleh baik mengenai pentingnya PAUD bagi ABK, ditambah dengan jumlah sekolahnya pun yang masih dalam hitungan jari, memang pada akhirnya belum bisa memfasilitasi seluruh kebutuhan dari anak anak berkebutuhan khusus, terutama untuk pendidikan usia dini.

Pentingnya PAUD bagi ABK adalah semakin cepatnya ABK mendapat pendidikan maka semakin cepat pula ‘delay waktu’ yang terentang antara kesetaraan ABK dan ‘anak normal’ semakin kecil. Sehingga ABK nantinya bisa mengembangkan intelektual, emosi dan sosial semaksimal mungkin.

Untuk mengarahkan ABK memperoleh PAUD pada lembaga-lembaga umum (bukan SLB) ternyata hampir tidak ada yang mau menerima ABK. Contoh kasus, pada dua lembaga PAUD yang letaknya dekat dengan rumah (salah satunya bahkan berada di komplek perumahan kami), mereka menolak untuk menerima Balqiz. Dengan alasan klasik, mereka tidak mempunyai kemampuan untuk bisa menerima ABK dan menyarankan untuk ke lembaga/ sekolah khusus dan hingga alasan yang rasanya mengada-ada seperti kuatir mengganggu proses belajar anak-anak yang lain atau merepotkan.

Dan jika ada lembaga yang mau menerima, letaknya sangat jauh dari lokasi rumah, sehingga tidak lagi tercapai sebuah suasana pendidikan yang menyenangkan bagi anak, dikarenakan untuk mencapai lokasi lembaga pendidikan harus ditempuh dengan jarak yang jauh dan waktu yang cukup lama bagi anak. Belum lagi akan timbul masalah transportasi dan pengawasan bagi anak.

Kasus serupa juga terjadi pada beberapa teman yang berada di luar kota Jakarta. Yang sudah kami temui adalah di kota Bandung, Semarang, Jogja dan Balikpapan. Walaupun sebenarnya jika melihat kota-kota tersebut, sudah termasuk dalam kota provinsi yang seharusnya memiliki lembaga yang bisa memfasilitasi. Sehingga timbullah sebuah pertanyaan, di kota kota besar saja ABK tidak/belum bisa memperoleh PAUD yang sudah seharusnya menjadi hak mereka, bagaimana dengan kota-kota kecil di seluruh Indonesia?

Itulah beberapa hal yang membuat saya bersyukur bahwa saya berada di sebuah kota besar, yakni Jakarta, di mana anak saya, Balqiz Baika Utami, bisa memperoleh PAUD disebuah SLB. Balqiz memulai PAUDnya di usia 2 tahun 3 bulan.

Namun demikian akan muncul lagi sebuah pertanyaan lain, apakah berada di sebuah kota besar lantas segalanya mudah? Sulit atau mudah sebenarnya sangat relatif. Di kota besar atau kecil sebenarnya juga relatif. Mengapa? Selain dari kendala ketersediaan lembaga PAUD juga ada kendala lain.

Kendala lain yang terjadi di lapangan terkadang sekolahnya ada, program yang diperuntukkan untuk ABK juga lengkap, namun terkendala oleh sikap dari orangtua dari ABK yang belum sepenuhnya bisa ‘menata hati’.

Sikap orangtua yang masih mendua, di satu sisi menyadari bahwa anaknya memerlukan pendidikan dan bimbingan, di sisi lain masih berperang batin bahwa ‘aku orang termalang di dunia’ dan segala ‘andai’ yang berkecamuk, juga menimbulkan tidak tercapainya tujuan dari PAUD bagi ABK tersebut. Kendala tersebut cukup menyulitkan bagi orangtua untuk dapat terus menerus bisa berpikir positif mengenai kemajuan pendidikan ABK.

Yang terjadi adalah usia anak semakin besar namun belum juga memperoleh pendidikan bagi dirinya, hingga saat orangtua tersadar ternyata usia anak sudah terlambat, sudah mencapai 7, 8 bahkan 10 tahun atau lebih, barulah terpikir untuk memberikan pendidikan.

Atau, sang anak sudah sejak dini memperoleh pendidikan namun dikarenakan si orangtua masih ‘menata hati’, akhirnya pendidikan bagi ABK tidak bisa maksimal dikarenakan belum adanya keselarasan, kesamaan langkah antara lembaga pendidikan dan orangtua.

Sesungguhnya sekarang, pilihannya ada pada para orangtua sekalian;
Segera menata hati (dan bangun!) demi pendidikan dan masa depan anak ABK yang lebih baik, atau terus-menerus memanjakan hati dan berandai-andai serta membiarkan sang anak tetap ‘berkebutuhan khusus’.

Itulah yang saya maksudkan bahwa baik dikota besar atau kecil, sulit atau mudah adalah relatif. Sulit jika memang dikondisikan sebagai hal yang sulit tapi mudah jika orangtua bisa mencari dan mengupayakan solusi dari kendala kendala tersebut.

Sebagai contoh kasus, seorang sahabat yang bermukim di Semarang, dengan rela dan berupaya keras untuk bisa memperoleh PAUD bagi anaknya yang berusia 2,5 tahun penyandang tunanetra harus menempuh jarak yang cukup jauh menuju kota Klaten. Dan seorang sahabat lainnya yang juga memiliki seorang anak berusia 5 tahun penyandang low vision yang berada di Jogjakarta dan jarak tempuh menuju PAUD hanya 1 km namun menolak untuk memberikan PAUD bagi anaknya.

Jadi bisa disimpulkan bahwa kendala yang terjadi di lapangan adalah;
Kurangnya informasi pentingnya PAUD bagi ABK
Kurangnya lembaga pendidikan yang mau memfasilitasi PAUD bagi ABK
Kesiapan orangtua untuk bisa memberikan PAUD bagi ABK

Jumat, 14 Mei 2010

kebiasaan menekan mata (part 2)

bunda sudah pernah menulis tentang artikel ini di blog balqiz dan dikarenakan ada pertanyaan kembali dari beberapa sahabat jadi sekarang bunda akan membahas ulang mengenai hal ini.

sebelumnya,
mari kita coba sendiri, pejamkan mata dan kemudian tekan kelopak mata kita agak dalam.
apa yang terjadi????

muncul klap klap pendar pendar cahaya,
semakin kuat lagi menekan,..
cahaya yang muncul aka menyerupai bentuk lingkaran atau bentuk bentuk abstrak
terkadang warna yang muncul pun berbeda beda, bisa kuning kehijauan, jingga atau putih.

sebuah sensasi yang menyenangkan buat anak anak yang mengalami gangguan penglihatan, baik low vision maupun tunanetra.

itulah penyebab mengapa anak anak tersebut suka sekali menekan matanya. dan masing masing anak memiliki keunikan sendiri. ada yang hanya mata kanan atau kiri saja, atau kedua-duanya sekaligus. ada yang menekannya dengan jempol tapi ada juga yang hingga menggunakan kepalan tangannya.

sebuah rasa 'senang' dan 'nyaman' memang. tetapi berakibat buruk kepada mereka. lhoooo kenapa?
sebuah pertanyaan dari seorang sahabat langsung diutarakan
'lhoooo kenapa bunda? kan buat anak anak adalah sebuah penghiburan, dimana mereka hanya gelap dan gelap trus tiba tiba ada sensai pendar cahaya'

ya benar, kalo dilihat dari sisi 'penghiburan' memang alasan yang dikemukakan oleh sahabat tersebut benar adanya. tetapi bagaimana dengan dampak buruknya? apa seh dampak buruknya?

konstruksi tulang mata adalah konstruksi tulang rawan. ditambah dengan usia anak-anak tersebut yang masih balita dimasa masa pertumbuhan masih berlangsung. tekanan tekanan yang terus menerus dilakukan oleh anak anak akan merubah kontruksi dari tulang tersebut. sebab itulah pada banyak kasus terlihat wajah dari anak-anak tunanetra yang pada bagian matanya terlihat lebih cekung atau tidak simetris.

tindakan menekan mata tersebut, akan semakin kerap dilakukan tidak hanya karena iseng saja. tetapi jika anak dalam kondisi/ situasi yang tidak nyaman, stress, panik, atau tidak ada yang dikerjakan, maka kuatlah mereka menekan nekan matanya.

bagaimana mencegahnya?
ya harus dilarang!

'tidak tega bunda!'
'kalo dicegah pasti marah marah'
'kalo dilarang cuma sebentar nurut tapi semenit kemudian pasti langsung ditekan lagi'
itu beberapa bantahan yang terlontar oleh beberapa orangtua.

kalo nurutin tidak tega, selamanya akan tidak tega
kalo nurutin marah marah, rasanya anak anak 'normal' pun jika dilarang melakukan hal hal yang disenangi juga sudah pasti marah marah
cuma sebentar nurutnya, ya kalo begitu harus dicarikan teknik lain atau kegiatan yang bisa menyibukkan mengalihkan perhatian anak

balqiz sendiripun belum berhasil benar benar lepas dari kebiasan tersebut. jika balqiz sedang panik/ nervous, atau bengong tidak ada yang dikerjakan, sudah pasti jemarinya otomatis akan terpasang pada matanya. walaupun 'tidak parah' konstruksi tulang wajah pada sisi kiri balqiz terlihat agak cekung.

bagaimana bunda melarangnya,... ya dengan dilarang. dan balqiz sudah hapal sekali. jika bunda sudah berkata 'balqiz! tangannya...' dia akan segera melepas jarinya. jika dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk berbicara sementara kita berada disebelahnya, kita tepiskan jemarinya.

mau tidak mau ya memang kita harus rajin untuk menepis jemarinya. tapiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
iiiiiiiiii.... kalo masih bandel juga, sebuah sentilan di jarinya sudah pasti bunda layangkan.

dan memang diperlukan kesabaran, ketelatenan, dan usaha yang terus menerus serta kerjasama yang baik dari semua pihak. mulai dari orangtua, pengasuh, guru kelas, dan keluarga serta orang-orang disekitar kita. tidak mudah tetapi bisa dilakukan!

jadi sekarang bunda kembalikan lagi kepada sahabat sekalian.
mau memberikan 'penghiburan' dengan sensasi sensasi pendar cahaya dengan sebuah resiko berubahnya konstruksi wajah anak, atau menggiatkan diri untuk rajin menegur, melarang anak-anak. silahkan,..

Selasa, 04 Mei 2010

100% atau...........???

sebuah obrolan bunda hari ini dengan seorang sahabat cukup menggelitik hati bunda.
sahabat ; 'bla bla bla..... berarti bunda ngerti banget dong bagaimana balqiz!'
secara refleks bunda menjawab ; 'iya'

tapiiiiiiiiiiiiii,...........
setelah sesi ngobrol usai, bunda kemudian merenung.
benarkah bunda sangat mengerti balqiz? sehingga muncul lagi pertanyaan yang sudah pernah bunda lontarkan, seberapa jauh kita mengenal anak kita?

sisi egois sebagai seorang ibu, pasti spontan mengatakan ya 100% kenal bagaimana anak kita.
sisi realitas? 99%? 80% 40% atau bahkan hanya 3%?
akhirnya bunda sendiri tidak bisa meng-quarantee jika bunda mengenal 100% anak-anak bunda. paling poll.... 90%.

sebagai contoh,.. (1) melihat kesukaan balqiz dalam hal musik, sejak tahun lalu balqiz belajar musik dengan guru yang datang kerumah tetapi kemudian terputus karena sang guru pindah rumah dari sekitaran pondok gede ke daerah parung. sempat vakum akhirnya mencoba mencari cari tempat kursus musik yang berada disekitar pondok gede yang mana pada akhirnya hasilnya adalah nol besar. berkat rekomendasi dari salah satu sahabat bunda, akhirnya dapat juga guru musik yang bisa datang kerumah. namun apa yang terjadi..... balqiznya yang gak mau belajar, 2 kali kehadiran yang berakhir dengan gagal total.

saat itu yang ada dalam benak bunda, terjadi hanya karena kerewelan balqiz pada sebuah suasana yang baru, orang baru dan kepanikan balqiz yang memang seringkali muncul jika harus berhadapan dengan orang baru atau berada dalam situasi yang baru, hal ini dikarenakan balqiz memang masih belajar mengolah 'emosi' masih taraf belajar dalam 'memanaj dirinya'

hampir 2 bulan bunda baru bisa menemukan jawabannya
yaituuuuuu.... balqiz menyimak sebuah janji di salah satu tempat kursus yang sempat kita datangi, bahwa nanti baru di bulan agustus 2010 ada pembukaan kelas baru, sehingga nanti bulan agustus baru balqiz bisa ikut les musik disana. dan itu yang menjadi dasar dirinya menolak belajar musik dari guru yang datang kerumah. dan.........

point penting lainnya lagi adalah penemuan rasa 'iri balqiz' terhadap kakak alifah, karena setiap sore kakak alifah pasti pamit ke balqiz, 'dek, kakak TPA dulu ya' rupanya balqiz juga pengen dia punya sebuah aktifitas diluar rumah dimana dia bisa berpamitan dengan kakaknya, dia pengen bisa berkata 'kak, adik mo les musik ya'

contoh lain (2)
beberapa minggu yang lalu bunda dan balqiz diundang menghadiri sebuah event 'You Are Special' dari sebuah sekolah. sudah jauh jauh hari bunda memberikan segala informasi kepada balqiz tentang acara tersebut, terlebih lagi karena balqiz juga diminta untuk memainkan angklung. namun apa yang terjadi pada saatnya? balqiz mogok tidak mau bermain angklung padahal sudah berada diatas panggung. sempat diberi motivasi, pada akhirnya sempat juga memainkan sebuah lagu tetapi tidak penuh.

sudah seminggu berlalu barulah bunda tahu penyebabnya,... yang ada dalam konsep balqiz adalah, dia akan bermain angklung setelah 'bundanya berbicara memberikan testimoni'. namun yang terjadi di acara tersebut, karena waktunya tidak memungkinkan akhirnya bunda tidak jadi berbicara menyampaikan testimoni dan balqiz langsung diminta main angklung. balqiz hanya berkata 'bunda tidak berbicara balqiz tidak main angklung'.

jadi penyebab balqiz tidak mau bermain angklung bukan karena dia nervous atau demam panggung atau panik karena berada dalam sebuah ruangan yang baru dan penuh dengan hingar bingar,.... tetapi karena pada saat itu sebenarnya balqiz sedang menunggu 'bunda berbicara' barulah dia memulai bermain angklung.

masih banyak contoh2 lain yang membuat bunda semakin berpikir, seperti menata puzzle rasanya, menghubungkan satu potongan dengan potongan lainnya., hasil dari merangkai ocehan ocehan balqiz yang terkadang meloncat-loncat dari satu topik ke topik lainnya. sempat mengutuk diri sendiri sebenarnya,.... boleh dibilang kalo 24jam bunda bersama anak-anak tapiiiii kok masih juga 'tidak mengenal' anak-anak bunda.

Jumat, 30 April 2010

Sudahkah Sistem Pendidikan Nasional Memprioritaskan Anak Penyandang Disabilitas?

Namanya Balqiz Baika Utami, biasa dipanggil Balqiz. . Gadis cilik berusia 4 tahun, kembaran dari Alifah Aishah Utami . Tak seperti saudara kembarnya, Balkiz mengalami kebutaan karena ROP – Retina Of Prematurity; pembentukan retina yang tidak sempurna akibat kelahiran premature. Lebih dari dua tahun aku tidak bertemu dengannya. Terakhir kali ia berumur sekitar 13 bulan dan baru belajar berjalan. Saat ini Balqiz telah tumbuh menjadi anak yang cerdas, mampu merespond situasi di sekitarnya dengan baik dan sangat percaya diri, luar biasa. Itu semua buah dari sikap dan perlakuan orang tua yang juga luar biasa.

Primaningrum, Ibunda Balqiz, juga sama dengan ibiu-ibu yang lain pada awalnya. Saat mengetahui satu dari dua anak kembarnya mengalami kebutaan akibat kelahiran premature, merasa sedih, dan bingun, bagaimana masa depan si bayi yang tak berpenglihatan ini kelak. Kebingungannya menjadi bertambah saat tidak tersedianya informasi yang dapat diperoleh dengan mudah tentang bagaimana mengasuh bayi yang tidak berpenglihatan; bagaimana mengajarinya berjalan, memperkenalkan benda-benda di sekitarnya, bagaimana pendidikannya, dan lain sebagainya.

Namun, ibu dari anak kembar ini akhirnya berhasil melewati masa kritisnya, dapat menumbuhkan sikap positif tentang anak tunanetranya pada dirinya, bahwa kehadiran Balqiz di tengah keluarga merupakan karunia tak terhingga, dan kemudian secara perlahan tapi pasti mulai belajar bagaimana menjadi ibu yang baik untuk Balqiz. Berbekal sikap positif inilah Primaningrum kemudian “mencari informasi”, dan internet menjadi solusi untuknya. Namun, berapa banyak Ibu yang seperti ini di Indonesia? Sebuah pertanyaan besar.

Kini sudah tiba waktunya Balqiz memasuki taman kanak-kanak -- TK, setelah selama dua tahun – sejak usia 26 bulan hingga kini -- menjalani tahap persiapan – pendidikan anak usia dini – di SLB Dwituna Rawinala, SLB yang seharusnya diperuntukan anak-anak dengan disabilitas ganda atau bahkan multi disabilitas.

Secara intelektual Balqiz tak bermasalah. Itu sebabnya, baik Rawinala maupun Mitra Netra – lembaga yang menyediakan layanan pendidikan untuk siswa tunanetra, yang selama ini mendampingi Balqiz dan orang tuanya, menyarankan agar Balqiz masuk ke TK umum, bukan TK luar biasa yang hanya khusus untuk anak dengan disabilitas. Dan, pilihan sekolah yang paling tepat adalah yang terletak tidak jauh dari rumahnya (home school). Begitulah filosofi “pendidikan inklusif”; setiap anak, termasuk anak-anak dengan disabilitas seperti Balqiz, memiliki hak untuk “memilih” bersekolah di sekolah umum, yang letaknya tak jauh dari rumah mereka, dan system pendidikan seharusnya didesain agar dapat mengakomodasikan kebutuhan anak-anak dengan disabilitas seperti Balqiz.


Berada disituasi seperti Indonesia saat ini, di saat system belum mendukung dan informasi sangat minim, butuh orang tua dengan kreatifitas dan ketegaran sungguh luar biasa, untuk dapat menyekolahkan anak dengan disabilitas seperti Balqiz ke TK umum, dan bukan TK luar biasa.

Ihtiar yang tidak mudah. Pendekatan ke beberapa TK pun mulai dilakukan, argumentaasi mengapa Balqiz lebih baik belajar di TK umum pun mulai disampaikan, dan penolakan secara tidak langsung pun sudah diterima.

Hal ini tentu tidak akan terjadi jika system pendidikan di Indonesia telah dikembangkan ke a rah system pendidikan inklusi dengan panduan yang jelas. Pada umumnya, sekolah-sekolah umum, termasuk pendidikan anak usia dini – TK, belum mengerti bagaimana seharusnya memberikan pendidikan untuk anak-anak dengan disabilitas, yang maasih memungkinkan belajar bersama-sama teman-teman mereka yang tiddak menyandang disabilitas. Adalah tugas kementerian pendidikan nasional, didukung oleh dinas-dinas pendidikan baik tingkat propinsi maupun kabupaten kota untuk membuat system pendidikan umum yang akomodatif untuk anak-anak seperti Balqiz.

Sistem pendidikan inklusif yang mendorong system pendidikan umum dapat mengakomodasikan kebutuhan anak dengan disabilitas telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1998, saat Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional mengadakan perjanjian kerja sama hutang lunak (soft loan) dengan Pemerintah Norwegia; sudah 12 tahun yang lalu. Pusat-pusat layanan untuk mendukung kemandirian belajar siswa dengan disabilitas di sembilan kota di Indonesia telah dibangun. Alat-alat Bantu adaptive dengan harga yang tidak murah pun telah didatangkan, belasan guru praktisi pendidikan luar biasa telah dikirim ke universitas Oslo Norwegia untuk mengambil master degree pendidikan anak berkebutuhan khusus dalam setting inklusif. Apa hasilnya? Primaningurm, Ibunda Balqiz, dan ratusan ribu atau bahkan jutaan ibu-ibu yang memiliki anak dengan disabilitas lainnya di negeri ini masih mengalami kebingungan dan kesulitan yang sama.

Lalu, ke mana arah kebijakan pemerintah di bidang pendidikan berjalan? Nampak bagus di atas kertas dan kedengaran indah di ruang-ruang konferensi, tapi masih membingungkan untuk Ibunda Balqiz dan jutaan ibu-ibu lain yang memiliki tantangan serupa.

Contoh seorang Balqiz Itu baru di tingkat pendidikan dasar. Belum lagi jika kita bicara soal pendidikan menengah, apalagi pendidikan tinggi.

Berbagai inisyatif dan dukungan dari organisasi non pemerintah tingkat internasional luar negeri yang dilaksanakan melalui rintisan program kerja sama dengan organisasi non pemerintah tingkat local telah dilakukan. Dua di antara organisasi non pemerintah local ini adalah Yayasan Mitra Netra dan Perssatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) yang memperjuangkan kepentingan siswa tunanetra. Melalui inisyatif ini, model-model keberhasilan dalam skala kecil telah diraih. Namun, tentu keberhaasilan kecil ini juga harus direplikasikan, sehingga dapat menyentuh lebih banyak anak-anak dengan disabilitas, dan di sinilah peran pemerintah, sebagai pemegang kebijakan dan pemilik anggaran.

Upaya berkomunikasi dan berdialog dengan kementerian pendidikan nasional terus dilakukan, dan tentu yang diharapkan adalah berbicara dengan Bapak menteri, karena pejabat tinggi setingkat menteri diharapkan dapat melihat segala sesuatu dalam perspektif yang luas. Tapi apa yang terjadi? Disposisi terus mengalir, hingga ke pejabat dengan eselon yang hanya memiliki kewenangan melihat masalah dari satu sudut pandang saja. Menyedihkan. Bagaimana mau membangun system jika masyarakat hanya bisa bicara dengan pejabat pemerintah yang kewenangannya terbatas?

Pada pertengahan bulan Agustus nanti, komunitas pemerhati dan praktisi pendidikan anak-anak tunanetra akan berkumpul di Thailand dalam sebuah konferensi dunia, yang diselenggarakan oleh International Council of Education for People with Visual Impairment (ICEVI). Di ajang semacam ini, negara-negara di seluruh dunia akan saling berbagi kisah keberhasilan,. Tidak hanya itu, konferensi dunia ini juga akan melakukan evaluasi terhadap pencapaian gerakan “education For All – EFA” atau “pendidikan untuk semua” khusus bagi anak tunanetra.

Memperingati hari pendidikan nasional (hardiknas) tahun ini, mari kita bangsa Indonesia bertanya, berapa persen dari anak-anak penyandang disabilitas usia sewkolah yang bersekolah saat ini? Sudahkah mencapai angka 10 %? Jika belum, langkah apa yang akan dilakukan kementerian pendidikan nasional untuk membawa lebih banyak anak-anak penyandang disabilitas agar mereka juga “duduk di bangku sekolah”? Bukan sekedar duduk tentunya, namun juga mendapatkan pendidikan berkualitas.


ditulis oleh Aria Indrawati,
Humas Yayasan Mitranetra dalam rangka Hardiknas 2010


Sabtu, 13 Februari 2010

grow up!

hmmmmmm apa ya bahasa indonesianya, dewasa? tumbuh? yang jelas bunda bingung mau memberi istilah apa pada 'subjek' tulisan bunda kali ini.

tulisan bunda kali ini berkaitan dengan kehadiran bunda kemarin sore di acara Parent Support Group (PSG) pada sebuah lembaga LSM yang sangat concern akan pendidikan bagi anak anak tunanetra. tema yang diambil kemaren sore sebenarnya bagus, yakni 'persiapan anak tunanetra memasuki sekolah inklusi'. dan sejak awal mengetahui ada acara ini bunda dengan semangat berniat untuk hadir. sempat menghubungi beberapa teman orangtua ABK lainnya juga untuk bisa hadir bersama pada kegiatan tersebut.

walau agak sedikit terlambat sampai di tempat, tetapi masih 'nyambung' dengan apa yang menjadi topik obrolan pada saat itu.

menarik memang, beberapa kendala yang sedang dihadapi oleh orangtua dalam mempersiapkan segala sesuatu agar sang anak bisa memasuki sekolah inklusi dengan baik. pembahasan dari pemilihan sekolah, lingkungan, GPK (Guru Pendamping Kelas), cara belajar anak, hingga tata laksana ujian dibahas bersama. dan cukup banyak ilmu yang bisa bunda serap dari pengalaman para orangtua lainnya yang anaknya telah lebih dahulu memasuki sekolah inklusi.

setelah sesi tersebut, dibuka sesi 'sharing'. mendengar penuturan dan pertanyaan2 dari para orangtua,....

kok bunda merasa menyayangkan masih ada juga problem-problem klasik yang muncul..... dan rasanya dan menurut bunda, seharusnya mereka sudah tidak mengalami kendala-kendala tersebut. mengingat...... usia anak-anak mereka sudah jauh lebih tua dari usia balqiz. dimana ada yang sudah kelas 6 sd, bahkan ada yang sudah sma.

apa seh problem klasik mereka?
satu, mereka masih menanyakan bagaimana menangani 'emosi' anak-anak mereka. mendengar masalah itu, bunda dan kedua teman lainnya yang juga berasal dari sekolah yang sama seketika berpandangan dan mengerutkan kening,..... kenapa bisa begitu? sebagai perbandingan, usia balqiz yang 4 tahun saja, sudah mulai bisa 'memanaj emosi', demikian juga dengan rachel yang berusia 6 tahun dan si kembar lina kezia diusianya yang ke-9. mereka sudah mulai mengerti apa yang benar apa yang salah, apa yang tidak boleh dilakukan, dan mengenal 'hukuman' sebagai konsekwensi perbuatan mereka.

dua, ada orangtua yang masih bingung bagaimana harus 'memperlakukan anaknya' dirumah. hingga usia pra-remaja sang anak masih berada dalam 'program spa'. program spa adalah program dimana segala sesuatu keperluan anak masih dilayani (seperti orang sedang spa). bahkan untuk mencuci piring saja sang anak belum bisa,.. kembali menjadi perbandingan, balqiz dan alifah sudah bisa mencuci piring sendiri. bahkan.... anak-anak tunaganda yang ada di rawinala bisa melakukan hal tersebut.intinya masih banyak orangtua yang kebingungan memandirikan anak. sehingga ada yang meminta LSM membuat sebuah kegiatan dimana para orangtua tersebut bisa melihat bagaimana para tunanetra dewasa beraktifitas dirumah ????? jujur bunda tidak tertarik dengan kegiatan tersebut. sebenarnya jawabannya adalah mudah, sudahkah para orangtua itu membiarkan anaknya melakukan segala sesuatunya sendiri? jika jawabannya belum... ya segera lakukan....

tiga, masih ada orangtua yang mempunyai 'feeling guilty' akan kondisi anak-anak mereka.

menurut pemikiran bunda, rasanya mereka, para orangtua tersebut seharusnya sudah tidak lagi memiliki kesulitan atau kebingungan tersebut, mengingat istilahnya 'jam terbang' mereka sudah lebih lama dalam hal mengikuti tumbuh kembang anak-anak mereka. menurut bunda seharusnya mereka sudah berproses 'grow up', dewasa dan matang dan sudah tidak lagi berkutat dengan masalah tersebut,......

jika para orangtua tidak berproses, bagaimana mereka bisa mengharapkan anak-anak mereka bisa berproses?

masih tetap semangat untuk bisa menghadiri pertemuan pertemuan seperti ini, masih banyak manfaat dan ilmu yang bunda bisa diperolah, hanya berharap dikemudian hari para orangtua lebih bisa bersemangat dan berproses maju untuk masa depan yang lebih baik bagi anak anak ABK, terutama bagi anak anak tunanetra. bukan berarti bunda menulis hal ini karena bunda sudah 'expert'.... tidak!!! bunda pun masih dalam perjalanan berproses,...

Senin, 08 Februari 2010

cerdik part-2

rasanya tiada hari tanpa terlewati dengan kecerdikan balqiz. beriring dengan bertambahnya umur, beriring pula dengan proses tumbuh kembangnya, dan semakin baiknya 'manajemen diri' balqiz. bermunculan berbagai 'kecerdikan dan talenta balqiz. Insya Allah ya mata hatinya lebih terasah dan semakin terang, tajam...

adalah si rizky, anak dari mbak imah sang asisten dirumah yang sedang senangnya belajar berjalan, kebetulan sepatu yang dipakai oleh rizky adalah model sepatu yang bisa berbunyi "cit cit cit...." dan.............

bukan balqiz namanya jika dia tidak tertarik akan sesuatu yang berbunyi,


segera saja dia mencari tahu asal muasal bunyi. dan setelah tahu, balqiz pengen sepatunya juga bisa berbunyi.bunda sudah menjelaskan jika buat ukuran sepatu yang dipaka balqiz sudah tidak ada lagi model seperti itu, karena model itu untuk adek bayi yang sedang belajar berjalan'. tidak kurang akal, pokoknya balqiz harus bisa punya sepatu seperti itu!!!!!! *keukeuh sereukeh-nya muncul* hehehehehehehe,....

akhirnya diambilnya mainan bebek-bebekan dari plastik dan diletakkan ke dalam sepatunya setelah itu barulah sepatu diinjak,..... dengan sukses sang sepatu berbunyi 'cit cit cit'



horeeeeeeeeeeeee.....

Sabtu, 09 Januari 2010

cerdik!


awalnya bunda menganggap bahwa balqiz hanya ingin membawa mainan saat dia bermain diluar rumah. walaupun aneh sebenarnya, karena yang dibawa balqiz adalah 'baby walker' miliknya yang dulu dipergunakan saat dia belajar berjalan. satu dua kali,... bunda masih acuh saja dan tidak memperhatikan apa sebenarnya dibalik kemauan balqiz untuk membawa 'baby walker'nya. bahkan sesekali keluar juga protesnya bunda, ngapain seh pake bawa bawa mainan segala!,..


ternyata!!!
bunda baru menyadari, bahwa baby walker itu berfungsi sebagai 'tameng' bagi balqiz. sebagai alat bantu akan langkah balqiz. balqiz sebenarnya sudah sangat pede sekali untuk berjalan sendiri di jalanan depan rumah hingga ke ujung blok. dia sudah menentukan sendiri patokan/ tanda yang menuntunnya sehingga dia bisa 'pede abis' berjalan tanpa takut terjatuh atau terperosok di got. bahkan balqiz sering me'warning' dirinya sendiri juga dia merasa langkahnya 'melenceng' dengan berkata 'awas got'.

jadi dengan mendorong baby walkernya, balqiz lebih bisa berleluasa berjalan, karena dengan demikian jika ada sesuatu yang menghalangi langkahnya baby walker akan terhenti, bahkan jika sudah berada di pinggiran got, baby walker-lah yang akan tercebur duluan tanpa balqiz harus ikut tercebur.


fungsinya menjadi pengganti dari tongkat 'white cane' yang memang biasa dipergunakan bagi tunanetra. hingga saat ini balqiz memang belum belajar menggunakan tongkat. dan sepertinya ini akan menjadi salah satu bahan diskusi bunda dengan gurunya saat balqiz kembali masuk sekolah minggu depan. dan menadi peer juga buat bunda untuk mencari informasi tentang tongkat yang bisa dipergunakan untuk balqiz. karena selama ini lebih banyak model tongkat yang dipergunakan untuk orang dewasa saja.


surprise saja dengan kecerdikan balqiz, yang membuat dirinya menciptakan 'cara' aman untuk bisa tetap pede berjalan di luar lingkungan rumah. Go Balqiz Go!!!


Jumat, 01 Januari 2010

2010



SELAMAT TAHUN BARU


1 Januari 2010

Insya Allah tahun yang penuh dengan
limpahan barokah ALLAH SWT